Melepas Nuri

“… Ketika putra orang itu meninggal dunia, ia sama sekali tidak bersedih, bahkan tak ada seserpih perubahan pun pada air mukanya. Ia menggendong bungkusan jenazah anaknya kekuburan, dan berpidato, ”Tuhan, maafkan aku dan keluargaku yang Kau nilai tidak mampu membawa anak ini kepada-Mu, hingga Engkau sendiri langsung turun tangan mengambilnya…”  ̶ ̶ ̶  lantas dikuburkan, dan ia tersenyum."

Sosok Laki-laki yang digambarkan oleh Emha dalam tulisan di atas, tentu saja, tidak dapat dinisbatkan pada diri saya. Malam itu, ketika tubuh Nuri masuk dalam liang pekuburan dan pelan-pelan mulai menghilang dari pandangan, saya merasa, jangankan untuk tersenyum, untuk menahan gejolak perasaan agar air mata tidak sempat tumpah itu pun terasa begitu sulitnya. Mungkin, saat itu kondisi saya ibarat seorang bocah yang merengek-rengek minta dibelikan mainan. Setelah menunggu sekian lama, akhirnya mainan yang diidam-idamkan bocah itu sampai juga di genggaman tangannya. Kemana saja ia pergi, mainan itu tak pernah luput ia bawa. Sampai suatu ketika, mainan yang begitu ia sayangi dengan sepenuh hati itu hilang entah kemana. Bocah kecil itu, tanpa dapat ditahan lagi, menangis histeris.

Bagi orang yang tidak pernah merasakan kehilangan dalam hidupnya, mungkin saja apa yang dialami oleh bocah kecil itu dianggap terlalu berlebihan. Kata mereka, Mainan yang hilang bisa dicari. Atau, kalau seandainya mainan tersebut tidak pernah bisa ditemukan kembali, masih ada mainan-mainan lain yang bisa digunakan sebagai pengganti. Tapi, kenyataannya tidak sesederhana itu. Mainan yang hilang memang dapat diganti. Tapi, ikatan perasaan antara si Bocah kecil dengan mainan kesayangannya itulah yang tidak akan pernah bisa tergantikan oleh apapun. Ikatan itu tumbuh seiring dan sejalan dengan titian waktu yang sempat dilalui oleh Si Bocah dengan Mainannya. Dan, semakin lama waktu yang dilalui bersama, ikatan yang terbentuk itupun akan bertambah semakin kuat dan erat.

Tetapi, Ironisnya, semakin kuat dan erat ikatan yang terbentuk, semakin sakit dan perih pula luka yang ditimbulkan akibat lepasnya ikatan tersebut. Sehingga, sekuat apapun dan setegar apapun seseorang, ketika rasa sakit dan perih yang ia rasakan sudah berada jauh diluar kuasanya, menangis adalah salah satu jalan keluar untuk sedikit melampiaskan dan mengurangi rasa sakit itu. Dan, hal inilah yang tengah dilakukan si bocah kecil itu.
 
Semoga Allah selalu mengasihimu di alam Kubur sana, Nduk.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Melepas Nuri"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel