Guci Harapan

Perempuan, tercipta dari sebuah Kebencian. Setidaknya, itu yang saya tangkap setelah membaca kisah Pandora. Awalnya, karena memendam kebencian yang begitu besar terhadap sosok Prometheus dan Epimetheus yang telah mencuri Api dari Gunung Olimpus untuk diberikan kepada Manusia, Zeus berencana untuk menghukum kedua Kakak beradik itu. Karena itu, Ia pun memerintahkan Hephaestus, seorang Dewa Buruk Rupa namun memiliki kemampuan dan jiwa seni tinggi, agar menciptakan sebuah patung Perempuan untuk “dihadiahkan” kepada Epimetheus. Tak perlu waktu lama, patung pesanan Zeus itupun segera tercipta. Paras Patung Perempuan itu begitu elok dan menawan seperti Aphrodite, sang Dewi Kecantikan. Sehingga, semua Dewa dan Dewi yang ada di Gunung Olimpus langsung menaruh hati kepadanya.
Hermes, Dewa penyampai Pesan, kemudian menganugerahi patung itu dengan Keberanian, kecerdikan, dan kemampuan untuk melakukan Bujuk Rayuan. Dewi Aphrodite menganugerahinya dengan gairah dan keanggunan. Demeter mengajari patung itu bagaimana cara membangun taman dan memelihara tanaman. Dewi Athena menganugerahinya Ketangkasan. Hera menganugerahi Patung perempuan itu Rasa ingin tahu yang Tinggi. Sedangkan Zeus, memberikannya Kenakalan, Kenekatan, dan sifat Pemalas. Karena banyaknya anugerah yang ia dapatkan, Zeus memanggil Patung Perempuan itu dengan sebutan Pandora, yang artinya “Mendapat Banyak Anugerah”. Tak sampai di situ saja, saking gembiranya Zeus dengan kesempurnaan yang ada pada diri Pandora, ia pun memberi Patung perempuan itu kehidupan.
Setelah itu, sesuai dengan rencana awal yang sudah disusun oleh Zeus, Pandora pun dihadiahkan kepada Epimetheus. Namun, sebelum itu, Zeus sudah memberi Titipan berupa Sebuah Guci kepada Pandora dengan Pesan bahwa Guci itu tidak boleh ia buka selamanya. Epimetheus sendiri begitu gembira setelah mendapatkan Pandora. Sampai-Sampai, Meskipun Prometheus sudah memperingatkan Epimetheus akan adanya kemungkinan tipu muslihat dibalik hadiah Zeus, namun tetap saja Epimetheus mengabaikan peringatan Adiknya itu karena ia sudah terlanjur Jatuh hati dengan Kecantikan Pandora.
Singkat cerita, cukup lama sudah Epimetheus dan Pandora menjalani kehidupan bersama. Dan, sampai saat itu, Pandora pun masih tetap kuasa menaati perintah Zeus untuk tidak membuka Guci yang dititipkan kepadanya. Akan tetapi, semakin lama, rasa Ingin Tahu Pandora pun semakin memuncak. Ia merasa begitu penasaran dengan isi Guci yang dititipkan Zeus kepadanya. Maka, pada suatu pagi, Pandora memberanikan dirinya untuk membuka Guci itu. Tanpa ia duga, berhamburanlah segala macam Keburukan dari Guci yang ia buka. Sehingga, sejak saat itu, Bumi mulai mengenal segala macam keburukan hidup seperti Kesedihan, Penyakit, dan keputusasaan
Sadar akan akibat dari perbuatannya itu, Pandora pun menangis sejadi-jadinya. Wajahnya menunduk, jiwanya terpuruk. Namun, dalam keterpurukan yang sangat, ia melihat ada benda kecil yang masih tersisa di bagian paling bawah dari Guci yang dititipkan kepadanya. Benda kecil itu bernama, Harapan.
Harapan dan Kemampuan Untuk Terus Bertahan
Nietzsche (1878), pernah menulis dalam salah satu karangannya, in reality, hope is the worst of all evils, because it prolongs human’s torments. Menurut Nietzsche, harapan itu pada kenyataanya adalah Kejahatan yang paling buruk diantara semua kejahatan yang pernah ada, karena ia hanya memperpanjang siksa Manusia.
Ketika menulis ungkapan tersebut, Nietzsche berkaca pada kisah Pandora dengan Gucinya itu. Bagi Nietzsche, Sekeping Harapan yang ada di bagian paling bawah dari Guci yang dititipkan Zeus kepada Pandora, bukanlah semacam anugerah dan bentuk kecintaan Zeus terhadap Manusia, seperti apa yang dipercayai manusia selama ini. Zeus memberikan harapan kepada Pandora bukanlah agar manusia bisa tetap berdiri tegak menghadapi segala macam keburukan yang ada di muka bumi. Tujuan Zeus sama sekali bukan itu. Karena pada dasarnya, Zeus sangat membenci Manusia. Harapan, diberikan Zeus kepada Manusia, supaya Manusia Bisa Merasakan penderitaannya secara terus menerus. Ia tidak rela kalau Manusia hanya merasakan siksaannya dengan singkat. Zeus sangat tidak ingin apabila manusia langsung menyerah dan kemudian Bunuh Diri karena tidak mampu bertahan terhadap siksa yang diturunkannya lewat semua keburukan-keburukan dunia yang keluar dari Guci Pandora. Apa yang diinginkan Zeus sebenarnya lebih dari itu. Ia ingin menyiksa Manusia Selama mungkin. Dan, inilah yang dilihat oleh Nietzsche, bahwa Harapan hanya sekedar bingkai yang dipakai oleh Zeus untuk menyembunyikan Keabadian Siksa pada Manusia.
Agak berbeda dengan Nietzsche, saya melihat Harapan dari perspektif lain. Berpijak dari apa yang dikisahkan dalam Mitologi Yunani mengenai Pandora, memang harus diakui bahwa di dunia ini terdapat berbagai macam keburukan-keburukan. Nietzsche memandang bahwa Kesedihan, Kesengsaraan, Wabah Penyakit, serta keputusasaan merupakan bagian dari keburukan itu. Sedangkan bagi saya, Kesedihan, Kesengsaraan, tidak melulu bernilai Buruk. Bisa saja keduanya bernilai Baik, tergantung bagaimana manusia melihatnya.
Mengenai nilai dari Kesengsaraan ini, saya teringat dengan Aeschylus, seorang sastrawan Yunani Kuno yang sangat diidolakan oleh Arnold Toynbee. Dalam salah satu karyanya, Aeschylus pernah Berujar, bahwa “Kesengsaraan melahirkan Kebijaksanaan”. Saya mengamini pendapat tersebut, karena dengan adanya kesengsaraan, seseorang menjadi terpacu dan terus berusaha untuk bertindak sekreatif mungkin demi melepaskan diri dari tekanan dan himpitan hidup yang tengah dirasakannya. Proses “melepaskan” ini, pada akhirnya akan menggariskan sebuah pengalaman hidup yang terakumulasikan dalam idiom-idiom kebijaksanaan dan tercermin dalam laku kehidupan sehari-hari.
Seperti apa yang diungkapkan oleh Aeschylus, Kesengsaraan bisa dipandang sebagai sebuah input yang bisa dijadikan sarana belajar bagi manusia, bukan melulu sebagai bentuk siksa yang bernilai buruk. Karena itu, apabila dari kesengsaraan manusia bisa belajar, maka dengan Harapan, manusia akan mendapat kekuatan dan keyakinan bahwa suatu saat, ketika ia bisa belajar dari kesengsaraan dan kesedihan yang dirasakannya, ia akan mampu merangkul dan melampaui Kesengsaraan dan Kesedihannya itu. Dan, ketika manusia bisa sampai pada tahapan itu, secara tidak langsung manusia telah berhasil mengungguli Keangkuhan Zeus. Seperti yang pernah dilakukan oleh Perseus, Odysseus, Theseus, Jason, dan Hercules. Wallahu a’lam.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Guci Harapan"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel