Parodi Bencana
Arwah Pohon dan Ruh Bumi mungkin sedang tertawa terbahak bahak menyaksikan bencana Demi Bencana yang menimpa manusia di beberapa wilayah Indonesia akhir akhir ini. Dendam mereka seolah-olah telah terbalaskan. Bagaimana tidak, eksploitasi hutan besar-besaran oleh segelintir tangan serakah manusia, telah berhasilmenumbangkan, menyiksa, dan menyakiti hati jutaan, bahkan Milyaran, Pohon yang tercerabut dari akarnya demi tujuan Komersial tanpa adanya Perhatian Terhadap Keseimbangan Lingkungan.
Hey, Dengarlah ! Dulu Pohon Pohon itu menangis meraung-raung, “Aku Sakit, hatiku terluka Ketika Engkau Cabut Aku dari Tanahku”. Batu dan tanahpun mengaduh. Tapi sayang, kita terlalu asik menulikan Telinga, Ogah Mendengar Rintihan Cengeng seperti itu. Suara Merdu Gergaji Mesin dan Irama Syahdu gemerincing koin ternyata berhasil melenakan dan meninabobokkan Perasaan dan Hati Nurani kita. Sekarang lihatlah. Raungan Pohon Pohon itu telah Menjadi Gemuruh Badai, Tangisanya telah menjadi Hujan yang Tak Kunjung Usai, Ratapanya telah Menjadi Angin Ribut Pemburu Kehancuran. Akibatnya, Jakarta , Sumatera, Kalimantan Kebanjiran, Cianjur Kelongsoran, dan beberapa Desa di Blitar tersapu Angin Puting Beliung yang merobohkan semua Harapan dan Sendi Kehidupan.
Siapa Yang Patut Disalahkan? Saya, Kamu, Pemerintah, ataukah Tuhan. “ Hei Tikus, Jangan Bawa Bawa Tuhan. Tuhan Terlalu Suci untuk Kamu Bawa bawa”, Tukimin Menyela, “ Salahkan saja Pembalak-Pembalak Liar dengan Modal Besar itu, merekalah yang Mengakibatkan Semua bencana ini”. Pembalak Liar? Korporasi Besar? Saya Kaget. Barangkali Tukimin Benar. Pembalak liarl itulah yang telah Mengeksploitasi Hutan Seenak Jidat mereka sendiri. Apapun akibat negatifnya, yang Penting keuntungan dapat masuk kantong. Masa Bodoh dengan Kelestarian lingkungan.
Berbekal Kata-Kata Tukimin itu, imajinasi saya pun melambung tinggi. mungkin Dari Villa-Villa Mewah dan Dari Istana-Istana megah Mereka, Pembalak Liar Itu Bersorak-sorai Menikmati Hasil dari Hamburan Uang Kantong, Dengan Hiburan berupa Parodi Jeritan dan Tangisan Orang-Orang yang terkena imbas akibat Bencana-Bencana hasil olahan tangan mereka. Tinggal satu Pertanyaan dari Tukimin, “Mengapa Pembalak Pembalak Liar itu seolah-olah bebas melakukan kegiatan “bersih bersih” hutan? Jawabanya Mungkin karena Struktur telah Berpihak pada mereka. Suara Protes tak akan terdengar, tanganpun tak akan kuasa untuk merobohkan tembok terjal Perisai Bisnis Mereka.
Lalu, bagaimana cara menghadapi mereka? “Gampang”, kata Ebiet, “Tanyakan saja pada Rumput yang Bergoyang”. Tapi masalahnya, Rumput-rumput sekarang sudah enggan untuk hidup, apalagi bergoyang. Bahkan kalau bergoyangpun, goyangan mereka akan kalah dengan goyangan Dewi Persik, Inul, ataupun Trio Macan yang lebih menarik perhatian Orang. Bingung ? Saya juga. Tapi Tunggu, Jangan Pesimis Dulu, masih ada satu opsi lain, yaitu Misuh dan Mengumpat di dalam hati. “Jancuk Jancuk jancuk, Pembalak pembalak Liar Jancuk”. Mungkin Dengan begitu, Tuhan akan Mendengar pisuhan dan umpatan kita itu dengan pandangan Iba. Wallahu a’lam
0 Response to "Parodi Bencana"
Post a Comment