tag:blogger.com,1999:blog-10850152202751335472024-03-05T08:16:59.047-08:00Masdan blog personal masdanMasdanhttp://www.blogger.com/profile/05302710136677969917noreply@blogger.comBlogger75125tag:blogger.com,1999:blog-1085015220275133547.post-48824228293971336312023-10-24T23:21:00.000-07:002024-02-25T22:23:47.790-08:00Paradoks Orang Tua dan Anak<p>Dua kali saya dibuat tertegun oleh gadis kecil ini. Pertama, di depan rumah balon tempat ia naik turun dan main perosotan, dan yang kedua di tenda tempat penyelenggaraan lomba menguncir rambut yang terletak percis di samping panggung utama. </p><p>Gadis itu, yang masih sering merengek minta digendong atau disuapi, ternyata, tanpa disadari, sudah beranjak semakin besar. Ada perasaan aneh yang muncul di benak saya ketika melihatnya cepat tumbuh menjadi dewasa. Semacam ketidakrelaan dan ketakutan yang akut. </p><p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEha7hvC7Ufn7EwJMwvAgxfKldF8hKglyl92BLzF7YcDS1o9UYdHGvSug_GdnA-ssYoDc6aW5dnGOjiD_Kq_PQVSmkQkiJeZXYzMK6hy1KPQqdWdvwv6jQgOl8QbhL3I6xmUUliKH5dqLOreayq1y1MM1ItLxL2ym4jCYYHvik4gJKcdHWWhUaE-fxOIrq8/s2048/Mili%20Hari%20anak.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: justify;"><img border="0" data-original-height="2048" data-original-width="1153" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEha7hvC7Ufn7EwJMwvAgxfKldF8hKglyl92BLzF7YcDS1o9UYdHGvSug_GdnA-ssYoDc6aW5dnGOjiD_Kq_PQVSmkQkiJeZXYzMK6hy1KPQqdWdvwv6jQgOl8QbhL3I6xmUUliKH5dqLOreayq1y1MM1ItLxL2ym4jCYYHvik4gJKcdHWWhUaE-fxOIrq8/w225-h400/Mili%20Hari%20anak.jpg" width="225" /></a></div><div style="text-align: justify;">Tapi, rela atau tidak rela, waktu akan terus berputar. Hidup pun harus berlanjut, dan manusia akan terus bertumbuh dan berkembang. Tak terkecuali gadis kecil kami, Mili. </div><p></p><p>Melihat semua kenyataan itu, mau tidak mau saya harus mengamini kata-kata Bruce Feiler tentang Paradoks menjadi orang tua dan anak. Dalam Council of Dads, Feiler menulis, “ … Even as we come to feel we can’t live without you, our primary job is to prepare you to live without us. Our task, in a sense, is to make ourselves obsolete. As babies, you arrive entirely dependent; we then spend the coming decades trying to make you independent, so you can thrive on your own, without us.”</p><p>Masih menurut Feiler, “ … if the paradox of being a parent is that we must make ourselves unneeded, the paradox of being a child is that you discover how much you need your parents only after you think you don’t. You spend your whole lives making yourself independent. You go forth on your own. And at exactly the moment you stop listening to us, you finally hear what we’ve been saying all along.”</p><p>Akhirnya, sama seperti yang diungkapkan Feiler, sampai saat itu tiba, I’ll be waiting. Even if you can’t hear me, I’ll be whispering in your ear. Even if you can’t feel me, I’ll be gently pushing you on your own. </p><p>Take trips, my girl. Take chances. Take off!.</p>Masdanhttp://www.blogger.com/profile/05302710136677969917noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1085015220275133547.post-20860592204443734872023-08-31T22:33:00.002-07:002023-08-31T22:33:18.508-07:00Suryakencana Yang Dingin<p style="text-align: justify;">Jarum jam baru menunjukkan pukul 9 malam. Tapi, Suhu udara
di lembah Suryakencana sudah terasa sangat dingin sampai menusuk tulang. Jemari
tangan dan kaki pun sudah hampir mati rasa. Tak mau menggigil kedinginan di
luar, saya memutuskan untuk langsung masuk ke tenda.</p><p class="MsoNormal"><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Topi ushanka bercorak loreng malvinas dan Sarung tangan
tebal yang sudah saya siapkan dari jauh-jauh hari langsung saya kenakan di
kepala dan tangan. Sleeping bag yang masih terbungkus rapi di dalam tas carrier
juga saya keluarkan dengan agak tergesa untuk membungkus tubuh yang sudah mulai
kedinginan.<o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Tak berselang lama, rasa hangat pun mulai terasa. Menyebar
dari ujung kaki, jari tangan, sampai ke seluruh badan. Rasanya nyaman sekali.
Kombinasi rasa nyaman dan rasa capek akibat pendakian membuat kelopak mata
mulai memberat sampai akhirnya saya pun tertidur.<o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhi6L2Y0mp2QzGN099AfW1nn8myR-5TLmzPhCBfaFNbwb67E2OMA3aujdhx6gLhRDpxtzJkebdk5A0N5s0qsB6u8x6-rez-BzLOQQmfnz0pw-vDKTtSmTlazodU9DulLM4KDWaWyggUbYwGahzwnvUfi74Nixsxrxe5TkoHAoJoUGZ1OoK3T9EjtcGkj7A/s1280/photo_2023-09-01_12-32-26.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="721" data-original-width="1280" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhi6L2Y0mp2QzGN099AfW1nn8myR-5TLmzPhCBfaFNbwb67E2OMA3aujdhx6gLhRDpxtzJkebdk5A0N5s0qsB6u8x6-rez-BzLOQQmfnz0pw-vDKTtSmTlazodU9DulLM4KDWaWyggUbYwGahzwnvUfi74Nixsxrxe5TkoHAoJoUGZ1OoK3T9EjtcGkj7A/s320/photo_2023-09-01_12-32-26.jpg" width="320" /></a></div>Dini hari, sekitar pukul 1 atau 2 malam, tiba-tiba saya
terbangun. Jemari dan telapak kaki terasa dingin sekali. Padahal kedua kaki
saya itu sudah dibungkus dengan kaos kaki cukup tebal. Bahkan, dalam kondisi
ekstrem, sleeping bag yang saya kenakan pun sebenarnya juga bisa melindungi
tubuh sampai suhu -3 derajat celcius. Tapi, mungkin karena dinginnya suhu malam
itu sudah terlampau ekstrem, akhirnya hawa dinginnya pun masih bisa tembus
sampai kulit kaki.<o:p></o:p><p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Tak kurang akal, saya coba menekuk telapak kaki yang sudah
kadung terasa kedinginan itu. Seperti orang yang tengah bersila sambil rebahan,
saya tempelkan telapak kaki kanan ke paha kiri dan begitu pula sebaliknya.
Seketika kaki saya langsung terasa hangat hingga saya bisa terlelap kembali.<o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Tak lama, saya terbangun. Lagi-lagi kaki saya terasa
kedinginan. Posisi tidur langsung saya ubah. Awalnya saya tidur telentang
sambil bersila, kali ini badan saya miringkan dan menghadap pintu tenda. Terasa
lebih nyaman dan hangat. Dan, lagi-lagi, saya berhasil tertidur. Hal ini
berulang sampai beberapa kali. Tidur, kedinginan, dan terbangun. Tidur lagi,
kedinginan lagi, dan terbangun lagi. Begitu terus. <o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Lama-kelamaan, saya pun menyerah. Emergency blanket yang
sudah saya siapkan di samping sleeping pad langsung saya buka. Telapak kaki
yang seakan terasa membeku akhirnya saya bungkus dengan selimut darurat
berbahan alumunium foil itu. Benar saja, setelah beberapa waktu, rasa hangat
mulai terasa, dan entah sampai berapa lama, akhirnya saya pun kembali tertidur.
Pulas sekali. <o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Pagi hari, ketika berjalan menuju puncak Gunung Gede, tak
sengaja saya melihat embun es di atas fly sheet sebuah tenda. Saya langsung
bergumam, "Wah, Pantas saja kalau tadi malam hawanya begitu dingin."<o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Gunung Gede di musim kemarau memang selalu terasa lebih
dingin. Apalagi dalam kondisi el nino seperti sekarang. Suhu dinginnya bisa
bertambah ekstrem. Bahkan, dalam kondisi tertentu bisa menghasilkan embun es
dan kristal es. Fenomena ini sebenarnya tidak hanya terjadi di Gunung Gede
saja.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Sebelumnya, Bromo, Merbabu, Lawu
dan beberapa gunung lain juga pernah mengalami kejadian serupa. <o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Tanpa perlengkapan yang memadai, tentu saja suhu udara yang
tergolong ekstrem itu bisa membahayakan dan mencelakakan para pendaki. Tapi,
para penikmat kegiatan alam bebas saat ini bisa bernafas lega karena
perlengkapan pendakian gunung saat ini sudah tersedia secara melimpah dengan
harga yang tergolong murah. <o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sekarang, sudah tersedia banyak tenda dengan sistem perlindungan
dan ventilasi udara yang canggih. Sudah bertebaran pula jaket dan sleeping bag
dengan berbagai macam jenis bahan yang dapat menahan udara dingin sampai suhu
minus sekian derajat. Ditambah lagi alat penghangat instant untuk badan atau
tangan yang tersedia di pasaran secara melimpah. <o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Bandingkan dengan zaman dahulu, ketika perlengkapan
pendakian gunung masih sangat terbatas dan sederhana. Saat itu, hanya
segelintir orang yang bisa melakukan pendakian gunung dengan aman dan nyaman.
Apalagi suhu udara pada waktu itu cenderung lebih dingin daripada sekarang.<o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dalam suratnya kepada Horsfield, misalnya, Raffless sempat
menunjukkan betapa dinginnya suhu Gede saat itu. Tahun 1815 (lebih dari 200
tahun lalu!!!), ketika melakukan pendakian ke Gunung Gede, Raffles sempat
mencatat bahwa<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>pada jam 12 siang, suhu
udara di Gunung Gede mencapai 55 derajat Fahrenheit (F) atau 12,7 derajat
celcius (C). Sedangkan pada jam 6 sore, suhu udara lebih rendah lagi hingga
mencapai 47 derajat F atau 8 derajat C. Tak terbayang lagi suhu udara waktu
malam hari pada saat musim kemarau. Mungkin lebih dingin lagi. <o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Pada waktu itu, hanya pendaki "PNS" semacam
Raffles, Junghuhn, Wormser, atau Wallace yang mungkin bisa melakukan pendakian
Gunung dengan aman dan nyaman. Tak mungkin ada pendaki lokal seperti Borland,
Joe, Irwan, Masdan, Ari, Gatot, Halim, Hendra, Subur, Dave, atau Sandi.
Kalaupun ikut mendaki, status mereka kemungkinan hanya terbatas sebagai seorang
Kooli atau Porter belaka. <o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sekarang, Borland, Joe, Irwan, Masdan, Ari, Gator, Halim,
Hendra, Subur, Dave, atau Sandi bisa mendaki gunung dengan merdeka. Sebuah hal
yang patut dan wajib disyukuri. Bagaimana cara mensyukurinya? tentu saja dengan
melakukan pendakian gunung lagi, lagi, dan lagi.<o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Jadi, kapan naik Gunung lagi?<o:p></o:p></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">.</p>Masdanhttp://www.blogger.com/profile/05302710136677969917noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1085015220275133547.post-40004314692277560542023-08-22T23:15:00.000-07:002024-02-25T22:20:20.128-08:00Sekolah Mili<p style="text-align: justify;"><span style="color: #050505;"><span style="background-color: white; font-size: 15px; white-space-collapse: preserve;">Selasa pagi ini, sekolah Mili terlihat semarak. Untaian Bendera merah putih berukuran kecil masih berkibar di langit-langit sekolah, berpadu serasi dengan warna hijau dari rumput sintetis yang menutupi lantai taman. Anak-anak juga nampak ceria dalam balutan seragam dwi warna. Mili sendiri, dari foto yang dikirimkan gurunya lewat aplikasi Whatsapp, terlihat tengah berbaris rapi di dekat pagar bersama keempat temannya. Tangan kanan mereka memegang satu buah pisang, sedangkan kelopak Mata kelimanya ditutup dengan kain selendang berwarna kebiruan. </span></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="color: #050505;"><span style="background-color: white; font-size: 15px; white-space-collapse: preserve;">Awalnya, saya menduga kalau Mili sedang mengikuti perlombaan mengupas buah seperti tahun lalu. Tapi, belakangan, berdasarkan penuturan Mili seusai sekolah, baru saya ketahui kalau ia sedang berlomba menyuapkan buah ke mulut temannya. Perlombaan ini menjadi satu rangkaian kegiatan dengan pawai kemerdekaan yang diselenggarakan hari Sabtu sebelumnya. Bedanya, pawai kemerdekaan ditujukan untuk anak beserta keluarganya, sedangkan perlombaan ini hanya dapat diikuti siswa-siswi saja.</span></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="color: #050505;"><span style="background-color: white; font-size: 15px; white-space-collapse: preserve;"></span></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="color: #050505;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg265SNGbeAs4C0isVu6wfg0pOCV_0aQ0YPAlbySsJpvJXr3U8CPuHqJnKEECsHnY2_StDCm4si_EfoeypRJXOMOgTxOeyoCRRgov1nEJWpsiPdItllQ-3T4gAdBW367oPNPixBmWevmKDiwCZiKHASXPyFXIez_RrwoUEM_Ulcy67PDDA0eC6xJotfeQ8/s2048/Sekolah%20Mili.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="2048" data-original-width="1152" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg265SNGbeAs4C0isVu6wfg0pOCV_0aQ0YPAlbySsJpvJXr3U8CPuHqJnKEECsHnY2_StDCm4si_EfoeypRJXOMOgTxOeyoCRRgov1nEJWpsiPdItllQ-3T4gAdBW367oPNPixBmWevmKDiwCZiKHASXPyFXIez_RrwoUEM_Ulcy67PDDA0eC6xJotfeQ8/w225-h400/Sekolah%20Mili.jpg" width="225" /></a></span></div><span style="color: #050505;"><div style="text-align: justify;">Memang, meskipun berstatus sebagai sekolah berbasis agama dengan nama Raudhatul Athfal, sekolahan mili tidak hanya aktif menyelenggarakan acara peringatan hari besar keagamaan saja, tapi sekolahnya itu juga tergolong aktif mengadakan acara peringatan ataupun perayaan untuk event-event historis kebangsaan. Tak terkecuali event 17 an seperti yang diselenggarakan sepanjang akhir pekan sampai hari ini. </div></span><p></p><p style="text-align: justify;"><span style="color: #050505;"><span style="background-color: white; font-size: 15px; white-space-collapse: preserve;">Saya ingat betul, setahun lalu, sebelum akhirnya berlabuh di sekolahan ini, kami sempat disibukkan dengan urusan pilah pilih sekolah untuk putri kecil kami Mili. Proses pencariannya pun memakan waktu lumayan lama, karena urusan mencari sekolah anak untuk usia dini ini bisa dibilang gampang-gampang susah. Dibilang gampang karena kriteria sekolah yang kami incar sebenarnya tidak muluk-muluk amat. Tapi, bisa juga disebut susah karena jumlah sekolah dengan kriteria yang kami inginkan di sekitar lingkungan tempat tinggal kami sepertinya tidak terlalu banyak. </span></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="color: #050505;"><span style="background-color: white; font-size: 15px; white-space-collapse: preserve;">Yang pasti, prinsip kami dalam mencari sekolah untuk anak ini sederhana saja. Pertama, kami ingin sekolahan Mili nanti bisa mengenalkan Mili dengan indahnya akhlak dan kasih sayang dalam islam. Ini penting, karena saya sempat bergidik mendengar cerita seorang teman (satu kantor dan satu kelurahan) yang anaknya sering didoktrin dengan ajaran agama yang begitu keras dari sekolah. Padahal, usianya masih sangat sangat belia. Sungguh menyedihkan. </span></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="color: #050505;"><span style="background-color: white; font-size: 15px; white-space-collapse: preserve;">Kedua, kami berangan-angan bahwa sekolahan Mili nantinya bisa menjadi taman sekaligus teman untuk bermain dan belajar sesuai dengan fitrahnya sebagai seorang anak-anak. Bisa mengajak dan membebaskan Mili untuk bernyayi dengan gembira. Bisa memfasilitasi dan menemaninya untuk menggambar, mewarnai, atau melukis dengan bebasnya. Serta bisa mengingatkan, mendukung, dan menenangkan Mili ketika tubuhnya jatuh akibat kecerobohan, kelalaian, atau kenakalannya. </span></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="color: #050505;"><span style="background-color: white; font-size: 15px; white-space-collapse: preserve;">Ketiga, dan ini yang paling utama, kami berharap sekolah Mili bisa menjadi wahana untuk mengenalkannya pada islam dan indonesia secara bersamaan. Kenapa? karena kami sadar dan yakin bahwa beragama dan berbangsa merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Keduanya harus disebut dalam satu tarikan nafas. Karenanya, dalam konteks ini, kami punya keinginan bahwa sekolah Mili nantinya adalah sekolah yang tidak hanya mengajarinya Sholawatan, tetapi juga mengajaknya untuk menyanyikan lagu kebangsaan. Sekolah Mili adalah sekolah yang mampu mendidiknya dan memberikannya dasar-dasar atau prinsip hidup agar Mili dapat tumbuh dengan kesadaran bahwa ia adalah --meminjam ungkapan Gus Mus-- orang indonesia yang beragama islam, bukan orang islam yang kebetulan dilahirkan dan tinggal di Indonesia.</span></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="color: #050505;"><span style="background-color: white; font-size: 15px; white-space-collapse: preserve;">Prinsip-prinsip untuk memilih sekolah anak ini bagi kami sangat penting dan menempati posisi yang krusial, karena pendidikan di usia dini memiliki pengaruh paling kuat dalam membentuk karakter dan pandangan seorang anak terhadap dunia. Untungnya, saat ini, Mili sudah berada pada lingkungan dan sekolah yang tepat. Sekolah yang mungkin tidak memiliki akreditasi formal dengan status disamakan, diakui, atau disetarakan. Tapi, tak apa. Karena bagi kami, yang paling penting, sekolah Mili telah memiliki akreditasi sendiri, yaitu "Diridhoi".</span></span></p>Masdanhttp://www.blogger.com/profile/05302710136677969917noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1085015220275133547.post-67035020595070131122023-08-08T20:45:00.004-07:002023-08-21T01:07:39.949-07:00Bersepeda dan Tabungan Kenangan<p style="text-align: justify;">"Baba, Baba tahu nggak kalau Ana itu Kakaknya Princess
Peach?"</p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">"Lho, memangnya Princess Peach punya kakak?"<o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">"Punya. Kakaknya Princess Peach kan namanya Ana."<o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">"Ana itu adiknya Elsa."<o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">"Iya, tapi Princess Peach juga punya kakak. Namanya
Ana." Kata Mili, tak mau kalah. <o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiDCAtwWXotQERKagsIfzwTB4JJv6PFZEGFBeAAYcDPHP33ayEbwvI1PkpG6RqqmBf5y8_giENlT1xODQzrBYxrdxW9xHIet0stTjNwjjqXyvYGQ2EjvNQHYSsAyWQrQWOwDDpfaWvyLAOACutzyeZK5mYeKOmWCtFDR2okTgQAPetrGD1heUz0faZh1Pg/s8858/IMG_20230802_111949.jpg" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em; text-align: center;"><img border="0" data-original-height="8858" data-original-width="5890" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiDCAtwWXotQERKagsIfzwTB4JJv6PFZEGFBeAAYcDPHP33ayEbwvI1PkpG6RqqmBf5y8_giENlT1xODQzrBYxrdxW9xHIet0stTjNwjjqXyvYGQ2EjvNQHYSsAyWQrQWOwDDpfaWvyLAOACutzyeZK5mYeKOmWCtFDR2okTgQAPetrGD1heUz0faZh1Pg/s320/IMG_20230802_111949.jpg" width="213" /></a>Dari Pasar Minggu sampai Tugu Pancoran, perdebatan ayah dan
anak tentang hubungan Ana dengan Peach ini tak kunjung menemukan titik temu.
Mili tetap bersikukuh bahwa Peach dan Ana punya hubungan darah, bahwa keduanya
bersaudara. <o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Saya sampaikan ke Mili bahwa Ana dan Peach berada pada
semesta film yang berbeda. Peach merupakan salah satu tokoh di Film Mario Bros,
sedangkan Ana dan juga Elsa adalah pemeran utama dalam Film Frozen. <o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sia-sia. Mili tetap bergeming. Apa boleh buat, karena
perdebatan semakin memanas, akhirnya saya ambil jalan tengah, "Sudah,
nanti sampai rumah kita tanyakan ke Mama, ya." Mili mengangguk dan
perdebatan pun berakhir.</p>Memang, Obrolan dan perdebatan absurd seperti ini selalu
menjadi menu wajib setiap kali bersepeda bersama Mili. Seperti kali ini, ketika
saya mengajak Mili untuk bersepeda ke Monas. Terlebih, Perjalanan kali ini juga
menjadi rekor tersendiri untuk Mili sebagai rute bersepeda terjauh dengan jarak
tempuh 63 km. Sehingga, mau tidak mau, jumlah obrolan absurd nya pun juga
beranak pinak dan bertambah banyak.<o:p></o:p><p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Tapi, terlepas dari segala macam absurditasnya itu,
bersepeda bersama Mili selalu menjadi momen yang menyenangkan. Semakin sering
dan semakin lama kami bersepeda, atau semakin jauh kaki ini mengayuh, hubungan
kami bertambah semakin dekat dan kuat. Semakin banyak tempat yang kami
kunjungi, atau semakin panjang jalan yang kami lalui, ikatan batin yang kami
bangun pun bertambah semakin kokoh dan semakin erat. Bagi seorang Ayah dari
seorang anak perempuan, tak ada hal lain yang lebih menyenangkan dari hal ini. <o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Saya jadi teringat, dulu sekali, saban sore, Abah seringkali
mengajak saya bersepeda keliling desa. Saat itu saya masih berusia sekitar 3-4
tahunan. Saya selalu dibonceng di depan, duduk menyilang dan berpegangan pada
stang sepeda. Sambil mengayuh sepeda federal berwarna merahnya itu, Abah
kemudian bercerita tentang banyak hal.<o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgRH3qZxagEZPVyqaJkqNnneMgaWjuLdj-qclnDZnXqH_T1hZqQ5Z5RAsVVDokoYsiePhzc3avf4oKrCWhUemLevS5QNXylsh5v23S9k5eoGu-4mFrC4em3fhnqj2EdfPsmRsQasczXLH9EQszm7ucvXH1CNvg3thNeYqIgSBkHUX0F1HHQ7RpI_5ulTLM/s4080/IMG_20230730_085343.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;"><img border="0" data-original-height="4080" data-original-width="2296" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgRH3qZxagEZPVyqaJkqNnneMgaWjuLdj-qclnDZnXqH_T1hZqQ5Z5RAsVVDokoYsiePhzc3avf4oKrCWhUemLevS5QNXylsh5v23S9k5eoGu-4mFrC4em3fhnqj2EdfPsmRsQasczXLH9EQszm7ucvXH1CNvg3thNeYqIgSBkHUX0F1HHQ7RpI_5ulTLM/s320/IMG_20230730_085343.jpg" width="180" /></a>Suatu kali, Abah bercerita panjang lebar tentang sejarah
bangunan tempat penggilingan padi yang biasa kami sebut dengan nama Selepan (e
pertama dibaca seperti huruf e pada kata teman, sedangkan e kedua dibaca
seperti huruf e pada kata empang). Lain waktu, ia juga pernah berkisah tentang
aksi heroik pemuda-pemudi kampung ketika membumihanguskan pusat penyimpanan
amunisi kompeni Belanda di sebuah bangunan yang disebut Ngloji.<o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Selepan ataupun Ngloji memang terletak tidak jauh dari rumah
kami, jaraknya mungkin hanya sekitar 100 an meter saja. Setiap abah mengajak saya
bersepeda untuk menengok Sawah Bengkok di ujung timur desa, kedua tempat itu
pasti akan selalu kami lewati.<o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Uniknya, Abah hanya akan mengajak saya bersepeda ke arah
timur saja. Tidak pernah sekalipun ia mengajak saya bersepeda ke arah
sebaliknya. Pertimbangannya tentu saja bukan perkara klenik atau semacamnya.
Karena kalau menggunakan kategorisasi keagamaan a-la Clifford Geertz, Abah saya
bukanlah seorang abangan atau priyayi yang identik dengan kepercayaan berbau
tahayul seperti itu. Ia lebih tepat dikategorikan sebagai seorang santri.</p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Kalau boleh menebak, alasan Abah selalu menghindar untuk
bersepeda ke arah barat mungkin karena pertimbangan teknis belaka, karena
kondisi jalan ke arah sana tergolong menanjak secara konstan. Sehingga, abah
akan merasa terbebani kalau harus bersepeda sambil mengajak saya untuk turut
serta. Maklum, kampung halaman saya bisa dibilang adalah kampung pegunungan
karena berada di kaki Gunung Wilis, sehingga kondisi topografinya cenderung
berbukit-bukit. <o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Saya mungkin masih terlalu kecil untuk dapat mengingat
semua hal itu secara detail. Tapi, percaya atau tidak, sebagian besar kenangan
bersepeda bersama Abah selama masa kanak-kanak itu begitu melekat dan membekas
sampai hari ini.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Setiap kali memejamkan
mata, semuanya akan nampak dengan sangat jelas, sangat detail. Seperti
fragmen-fragmen film yang tiba-tiba berputar secara otomatis di depan mata. <o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgWc_jzDKUgEtm7MYgzBmhBjOipDSttnaFn4oLwa-g8KPInMdufckHy_ROpUJXX9Na_dVi6YMUxnymOO-L9ozngifHd3cB61BesDv52WWYfH4gUAA8g0LOx8pRXqVEgCuS4Kh10jsKTx7LRFDorVro3Uxc4uJVhqnfLHPZS_OUbeYMQAdgDca0o6L6ie4E/s4208/IMG_20230730_111744.jpg" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em; text-align: center;"><img border="0" data-original-height="4208" data-original-width="2368" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgWc_jzDKUgEtm7MYgzBmhBjOipDSttnaFn4oLwa-g8KPInMdufckHy_ROpUJXX9Na_dVi6YMUxnymOO-L9ozngifHd3cB61BesDv52WWYfH4gUAA8g0LOx8pRXqVEgCuS4Kh10jsKTx7LRFDorVro3Uxc4uJVhqnfLHPZS_OUbeYMQAdgDca0o6L6ie4E/s320/IMG_20230730_111744.jpg" width="180" /></a>Layaknya sebuah vivid memory, saya masih bisa menceritakan
dan menggambarkan dengan sangat detail apa saja yang saya rasakan saat itu,
bagaimana posisi tangan Abah ketika memegang stang sepeda, caranya untuk
mengayuh pedal, aroma rokok gudang garam kecil yang menempel di baju Abah,
sampai obrolan-obrolan absurd kami selama dalam perjalanan.<o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Di titik paling rendah dalam beberapa momen hidup saya,
kenangan-kenangan manis bersama Abah itulah yang berhasil menegakkan kembali
kepala saya yang telah tertunduk lama. Hanya dengan mengingat kenangan-kenangan
itu, hati dan fikiran saya yang mulai mengering dan meranggas seolah mendapat
guyuran air yang begitu segar. Guyuran yang berhasil menumbuhkan kembali
optimisme akan hidup yang mulai mengabur. <o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Memang benar nasihat Dostoevsky dalam The Brothers
Karamazov, bahwa segala macam kenangan baik yang diperoleh semasa kanak-kanak
merupakan investasi terbaik untuk masa depan.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Lebih lanjut, kata Dostoevsky, “ … If a man carries many such memories
with him into life, he is safe to the end of his days, and if one has only one
good memory left in one's heart, even that may sometime be the means of saving
us.”<o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Tentu saja kata ganti "man, he, him, one, dan us" dalam
tulisan Dostoevsky di atas dapat merujuk kepada siapapun. Termasuk saya,
termasuk pula Mili. Saya sudah membuktikan, dan mungkin Mili juga akan
membuktikannya suatu saat nanti. Sampai saat itu tiba, saya hanya ingin
membangun kenangan indah sebanyak-banyaknya bersama Mili, sebagai bekalnya
kelak untuk meniti waktu.<o:p></o:p></p>Masdanhttp://www.blogger.com/profile/05302710136677969917noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1085015220275133547.post-66002151724834317272023-04-03T23:02:00.031-07:002023-04-05T15:20:24.435-07:00Abah Yuyud dan Orang Baik yang Tersisa<div style="text-align: justify;">Alkisah, tiga dewa yang mulai putus asa dengan kelakuan umat manusia memutuskan untuk turun dari kahyangan. Ketiganya ingin membuktikan apakah masih terdapat kebaikan yang tersisa di dunia. Setelah sekian lama berjalan, langkah ketiganya kemudian membawa mereka sampai di Kota Sichuan. Di sana, tiga dewa yang sudah terlalu lelah itu berencana untuk beristirahat dan menginap barang semalam. Wang, seorang penjual air yang mereka temui di pinggiran kota, mengantar ketiganya berkeliling dari satu rumah ke rumah lain untuk mencari tumpangan. Sayangnya, tak ada yang mau mengulurkan tangan, kecuali seorang pelacur bernama Shen Te.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Shen Te yang malam itu sudah memiliki janji dengan seorang pelanggan akhirnya lebih memilih untuk membatalkan janjinya itu. Dengan ramah, Shen Te kemudian menjamu dan menyediakan tumpangan untuk tiga dewa yang sudah terlihat kepayahan. Esok harinya, karena terkesan dengan kebaikan hati Shen Te, dan karena telah berhasil membuktikan bahwa masih terdapat orang baik yang tersisa di dunia, tiga orang dewa yang telah kembali bugar itu memberikan ribuan keping emas sebagai hadiah. Tak lupa, sebelum pergi, ketiganya berpesan agar Shen Te tetap menjadi orang baik dan menjalankan semua ajaran langit. Lalu, mereka pun angkat kaki dengan wajah sumringah.</div>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Berbekal uang hadiah itu, Shen Te
memutuskan untuk meninggalkan dunia malam yang selama ini ia geluti dan mulai merintis
usaha dengan membeli warung tembakau di dekat rumah. Kondisi perekonomian Shen
Te yang tiba-tiba berubah secara drastis ibarat gula-gula yang kemudian berhasil menarik minat semut-semut untuk mengerubunginya. Banyak orang yang sebelumnya tidak pernah
bertegur sapa dengan Shen Te akhirnya mulai mendatangi, memeras, dan menggerecoki
kehidupannya. Bahkan, lelaki yang dicintai Shen Te pun tak mau ketinggalan
untuk mengambil manfaat dan keuntungan dari dirinya. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Shen Te, karena kebaikan hatinya,
tak kuasa menolak dan mengusir orang-orang itu. Namun, setelah sekian lama dan setelah
berkali-kali diperalat dan dimanfaatkan, Shen Te pun mulai gerah. Hanya saja,
tak ada yang bisa ia lakukan. Shen Te merasa ewuh pakewuh. Ia merasa tak
enakan. Untungnya, ketika bisnis tembakaunya hampir bangkrut, tiba-tiba muncul
Shui Ta, sepupu laki-laki Shen Te. Shui Ta memiliki sifat dan karakter yang Jauh bertolak
belakang dengan pribadi Shen Te yang terkesan naif itu. Ia berwatak tegas
dan keras, bahkan --bisa dibilang, cenderung bengis dan kejam. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Menurut pengakuan Shui Ta, ia datang
ke Sichuan untuk membantu sepupunya yang tengah pergi ke luar kota karena
sebuah urusan. Shui Ta kemudian mengambil alih bisnis Shen Te dan mulai
menyingkirkan orang-orang yang telah mengeksploitasi kebaikan hati sepupunya
itu. Untuk menghadapi orang-orang berpotensi
mengancam usahanya, tanpa segan Shui Ta menggunakan cara-cara licik nan culas, bahkan tak jarang pula ia sampai berani melakukam tindakan kriminal. Hasilnya, lama-kelamaan, bisnis Shui Ta semakin
berkembang pesat, sampai-sampai ia berhasil membangun pabrik rokok besar dan
menjadi pemain utama dalam bisnis tembakau di Kota Sichuan. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Karena dianggap terlalu lama pergi
dan tidak pernah nampak batang hidungnya, orang-orang mulai penasaran dengan
keberadaan Shen Te. Banyak yang curiga kalau-kalau Shui Ta telah
membunuh Shen Te demi untuk menguasai kekayaan sepupunya. Atas dasar tuduhan
itu, Shui Ta kemudian ditangkap secara paksa dan dibawa ke pengadilan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Tiga orang dewa yang penasaran
dengan nasib Shen Te kembali turun ke bumi dan hadir sebagai hakim. Di hadapan mereka, Shui Ta menyampaikan pengakuan yang mengejutkan:
ia, tak lain dan tak bukan, adalah Shen Te yang sedang menyamar. Tiga Dewa itu
pun langsung terperangah, karena perempuan baik hati yang pernah mereka temui
sebelumnya ternyata bisa berlaku kejam dan tak segan untuk melakukan tindak kejahatan. Di Akhir kisah, tak ada penghakiman untuk semua tindakan Shen Te. Tak
ada pula solusi memuaskan yang ditawarkan para dewa kepada mantan pelacur itu.
Ketiganya hanya memberi nasihat kepada Shen Te agar tetap berbuat baik dan
tidak terlalu sering menyamar menjadi Shui Ta. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Shen Te dan Tiga Dewa dalam Der
gute Mensch von Sezuan (Orang Baik dari Sichuan) yang ditulis oleh Bertolt
Brecht ini bisa jadi merupakan perwujudan dari sebuah kritik sosial terhadap
kapitalisme. Brecht memang seorang marxis tulen. Ia dikenal sebagai salah satu pengkritik
kapitalisme yang paripurna. Dalam Der gute Mensch von Sezuan, Brecht ingin
menunjukkan bahwa dalam dunia kapitalistik ini, tidak mungkin orang-orang bisa menjadi baik. Karakter Shen Te memperlihatkan dengan gamblang pandangan Brecht
itu, bahwa menjadi baik di dalam dunia kapitalistik hanya akan mengantarkan orang pada jurang kehancuran. Bagi Brecht, kapitalisme dan kebaikan tidak akan pernah bisa seiring sejalan. Keduanya seolah berada pada dua
kutub yang berlawanan secara diametral dan tidak akan pernah menjadi kompatibel.
Karenanya, untuk bisa bertahan dalam dunia yang kejam dan sangat materialistik
itu, Shen Te akhirnya menciptakan sebuah karakter kapitalistik dalam diri
sepupunya yang bernama Shui Ta. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Banyak hal yang tidak saya
sepakati dari pandangan Brecht itu. Namun, saya juga percaya bahwa sampai
kapanpun, nilai-nilai yang dibawa oleh Shen Te dan Tiga Dewa dalam Der gute
Mensch von Sezuan ini akan terus menemukan relevansinya. Saat ini, misalnya, di
tengah maraknya pemberitaan dari media mainstream atau unggahan sosial media yang secara banal menampilkan kekerasan demi
kekerasan dan kejahatan demi kejahatan yang semakin menggila, Shen Te beserta Tiga
Dewa putus asa yang terpaksa harus kelayapan di dunia itu seolah mewakili
pertanyaan mendasar yang selalu bergejolak di kepala banyak orang, “masih
adakah orang baik yang tersisa di dunia?”.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Di balik pandangan yang semakin muram
dan pesimistis terhadap dunia, sebenarnya tidak terlalu sulit menemukan
orang baik yang masih tersisa. Kota Sichuan, tentu saja, hanyalah sebuah
simbol. Ia bisa diganti dengan kota apa saja. Begitu pula dengan Shen Te. Dalam
lakon yang ditulis Brecht, Shen Te, mungkin saja, hanyalah seorang tokoh rekaan belaka.
Tapi, Shen Te bisa menjelma dalam diri siapapun. Ia ada di mana-mana. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">Depok, bisa jadi, adalah kota
Sichuan dalam dimensi lain. Ada banyak kesamaan diantara keduanya. Andai tiga dewa dalam semesta Brecht turun dari
Kahyangan dan menjejakkan kakinya di kota itu, saya bisa berpura-pura menjadi sosok wang si penjual air yang dapat memberikan petunjuk kemana ketiganya harus pergi. Sehingga, Tiga Dewa itu tak perlu capek-capek
berkeliling kota untuk mengetuk pintu rumah warga satu persatu. Cukup datang ke
Rumah Singgah Federal Depok (RSF), dan mereka akan menemukan semua hal yang
mereka cari. Perlu jamuan? Tak usah pusing. Ada banyak persediaan makanan
beserta minuman di sana. Atau, ketiganya mau sepetak kamar untuk menginap? Abah
Yuyud sebagai tuan rumah RSF dengan senang hati akan menyiapkannya. Mau satu
hari, seminggu, atau bahkan satu bulan pun, pintu RSF akan selalu terbuka untuk
mereka. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-family: inherit;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzGVNRj5NfovSVP32JdQ6UP0q-u6H_a5QWe75Vrq7lrAROY3bdu5Sm6j9b_k77WFZb_ZN5OEfg-018VltVNN7KZrXHvpzsRny69ww08qIBnm_jbDYeZ9Mt9nlqGUzA1I7z1lDJdIBswTw5snTQtdObUevw1J7O0m93bTSWORgdZzdQdzZZyNRUBVGt/s2765/IMG_20230405_125934.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1803" data-original-width="2765" height="261" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzGVNRj5NfovSVP32JdQ6UP0q-u6H_a5QWe75Vrq7lrAROY3bdu5Sm6j9b_k77WFZb_ZN5OEfg-018VltVNN7KZrXHvpzsRny69ww08qIBnm_jbDYeZ9Mt9nlqGUzA1I7z1lDJdIBswTw5snTQtdObUevw1J7O0m93bTSWORgdZzdQdzZZyNRUBVGt/w400-h261/IMG_20230405_125934.jpg" width="400" /></a></span></div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Abah Yuyud memang orang baik. Bahkan, dalam derajat tertentu, bisa dibilang ia sosok yang terlalu baik. Saya pertama kali mengenal Abah Yuyud ketika bersepeda menuju Cisadon. Perawakannya kecil, rambutnya banyak yang sudah memutih. Baru beberapa tahun yang lalu Ia memasuki usia pensiun. Hebatnya, meskipun sudah purna tugas dan menginjak usia senja, energinya masih melimpah. Semangatnya tak pernah padam. Karenanya, tak heran kalau jalur Cisadon yang terkenal ekstrem itu bisa ia taklukkan dengan mudah.</div><p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: inherit;">T<span style="font-family: inherit;">anpa mengesampingkan peran dan
jasa dari yang lain, bisa dibilang, RSF ada karena Abah Yuyud. Ia lah yang “mewaqafkan”
rumahnya untuk digunakan sebagai tempat singgah yang selalu terbuka bagi siapapun.
Sejak pertama kali dibuka sampai dengan hari ini, sudah tidak terhitung berapa
banyak musafir <i>cum</i> pesepeda yang
telah mengukir kenangan di sana. Buat mereka, RSF telah menjadi semacam rumah
kedua. Ada kenyamanan yang mereka rasakan di sana. Tak ada diskriminasi. Tidak
pula ada segregasi. RSF, pada akhirnya, mampu menjadi penghubung sekaligus tempat
pertemuan yang menyenangkan untuk semua kalangan. Ia menjadi miniatur dari
sebuah impian tentang negara kebangsaan yang ber-bhinneka, menjadi sebuah lambang
persatuan dalam keberagaman. Dan, tentu saja, Abah Yuyud punya andil besar dalam
menciptakan kondisi yang menyenang</span>kan itu.</span></p><p style="text-align: justify;">Saya berani bertaruh, setelah merasakan kehangatan dan kebaikan Abah Yuyud, Tiga Dewa yang putus asa itu akan terpukau. Dan seandainya parameter “baik” adalah menyediakan tempat menginap serta memberikan jamuan untuk para tamu seperti apa yang dilakukan Shen Te, tentu saja Abah Yuyud telah memenuhi kriteria dasar untuk dapat disebut sebagai orang baik, sehingga ia layak mendapatkan hadiah berupa keping-keping emas dan salaka seperti yang diterima Shen Te dari para dewa.</p>Masdanhttp://www.blogger.com/profile/05302710136677969917noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1085015220275133547.post-30702704324264481482023-03-29T00:30:00.025-07:002023-04-01T22:28:29.498-07:00Arrum yang Harum: Sebuah Obituari<p style="text-align: justify;">Di atas sana, Gapura Kampung Cioray yang menjadi tujuan bersepeda kami sudah terlihat dengan jelas. Tersisa satu tanjakan lumayan terjal untuk mencapainya. Haji Arrum, dengan semangat yang menggebu-gebu, terlihat tengah memacu sepeda jingganya ke atas. Baru sampai pertengahan jalan, tiba-tiba ia menghentikan laju sepeda dan turun dari sadelnya. Tak disangka, tubuh Haji Arrum langsung rubuh ke jalan dengan kondisi tak sadarkan diri.</p><p style="text-align: justify;">Kejadian mendadak yang menimpa Haji Arrum itu tentu saja sangat mengejutkan kami, mengingat dalam waktu yang belum terlalu lama, kami masih bertukar canda tawa di lapak darurat yang kami gelar di pinggir jalan. Saat itu, setelah menempuh tanjakan demi tanjakan di bawah teriknya sinar matahari yang begitu menyengat, kami memutuskan untuk menepi dan beristirahat barang sejenak sekadar untuk memulihkan tenaga sambil menyeduh kopi dan menikmati martabak manis seharga tiga ribuan perak yang sebelumnya kami beli di Pasar Tajur.</p><p style="text-align: justify;"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj30wJjUu6Ag0fNcIqAeDg5Q0078cYG-XeXBRaRBX8-kKS9suaP_6u1Xmu9IW4wPdgW0nSUdHDkNE_71Ry83Ka9hmNr0ffTvyYjI5bl5gxtciAdu_6RVe29pwaBvpBJTgmQsaC26ySYuSZooXe1ZKKIfwRYGFUtlHa5_jZkEqOdUTP1xvMesWWNMSPD/s997/IMG-20230330-WA0008.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="656" data-original-width="997" height="264" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj30wJjUu6Ag0fNcIqAeDg5Q0078cYG-XeXBRaRBX8-kKS9suaP_6u1Xmu9IW4wPdgW0nSUdHDkNE_71Ry83Ka9hmNr0ffTvyYjI5bl5gxtciAdu_6RVe29pwaBvpBJTgmQsaC26ySYuSZooXe1ZKKIfwRYGFUtlHa5_jZkEqOdUTP1xvMesWWNMSPD/w400-h264/IMG-20230330-WA0008.jpg" width="400" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Dengan antusias, Haji Arrum ikut melahap martabak yang tersaji di depannya. Dua potong martabak langsung tandas masuk ke perut pesepeda yang kerap dipanggil wak haji ini. Tak berselang lama, ia pun menenggak air hangat dari cangkir kecil bertuliskan Depok Urban Track yang biasa ia pakai untuk meracik kopi. Memang, akhir-akhir ini, Haji Arrum terlihat lebih memilih untuk minum air hangat dibanding mengkonsumsi kopi seperti biasanya. “Karena alasan medis.”, ungkap haji Arrum kepada kami sambil tertawa.</div><p></p><p style="text-align: justify;">Setelah cukup lama beristirahat, kami pun kembali mengayuh pedal sepeda untuk menapaki tanjakan Cioray yang masih tersisa. Sampai pada tanjakan akhir sebelum gapura, sekira pukul 11.00 WIB, terjadilah tragedi yang tidak pernah kami bayangkan itu. Di tengah rasa panik yang mendera, Om Joe langsung berinisiatif untuk memberikan pertolongan pertama pada tubuh Haji Arrum yang ambruk di jalan. Seolah berpacu dengan waktu, Berkali-kali Om Joe berusaha melakukan kompresi dada (RJP/CPR) dengan sesekali memberikan nafas buatan. Sayangnya, tak ada perkembangan yang berarti. Tubuh Haji Arrum masih terkulai lemas tak sadarkan diri. Rasa cemas kami pun semakin menjadi-jadi, apalagi mobil penyelamat yang berhasil dikontak Rizky belum terlihat tanda-tanda kedatangannya.</p><p style="text-align: justify;">Tak terhitung sudah berapa lama kompresi dada dilakukan dan sudah berapa kali nafas buatan diberikan, di tengah rasa panik dan cemas yang semakin menggelayut, tiba-tiba muncul mobil lawas berukuran kecil dari balik gapura Cioray. Kami bergegas menghentikan mobil itu untuk meminta bantuan. Untungnya, pengendara mobil yang belakangan saya ketahui bernama Haji Endin itu menyanggupi untuk membawa tubuh lunglai Haji Arrum menuju fasilitas kesehatan terdekat demi mendapatkan penanganan lebih lanjut. Karena keterbatasan ruang yang ada, hanya Om Joe yang akhirnya menemani Haji Arrum di dalam mobil. </p><p style="text-align: justify;">Disertai tatapan nanar kami, mobil yang membawa tubuh Haji Arrum itu pun bergerak menjauh. Di dalam sana, Om Joe masih belum mau mengibarkan bendera putih. Ia terus berusaha melakukan kompresi dada demi menjaga agar jantung Haji Arrum tetap berdetak, meskipun lemah. Tak berselang lama, kami berenam sebagai rombongan yang tersisa, akhirnya menyusul dengan menumpang mobil bak terbuka yang awalnya diniatkan untuk dipakai mengevakuasi Haji Arrum itu. Sepanjang perjalanan kami hanya bisa diam membisu, sambil berharap agar Haji Arrum bisa terselamatkan. </p><p style="text-align: justify;">Memang, harapan itu terkadang seperti permainan dadu. Ada unsur pertaruhan di sana. Setelah dadu dilempar, kita tidak pernah tahu hasil apa yang akan didapatkan, sampai ketika dadu itu menyentuh lantai dan menunjukkan angka tertentu. Kadang, kita ingin angka dua atau lima. Tapi, sayangnya, hasil lemparan dadu malah menunjukkan angka-angka lain yang berbeda. Begitu pun dengan harapan. Apa yang diinginkan dan diimpikan mungkin saja berkebalikan dengan apa yang akhirnya didapat. Meskipun demikian, tak ada salahnya untuk tetap berharap. Karena selalu ada peluang untuk menang, selalu ada peluang untuk mendapatkan hasil akhir seperti apa yang diinginkan, meskipun kecil. Seperti ungkapan Schiller yang sering dikutip oleh Sjahrir, bahwa hidup yang tidak dipertaruhkan, tidak akan pernah dimenangkan. </p><p style="text-align: justify;">Sayangnya, hari itu, kami kalah bertaruh. Harapan-harapan yang kami bangun dan kami rawat untuk keselamatan Haji Arrum akhirnya hancur lebur dipukul kenyataan. Karena ketika sampai di klinik yang dituju, kami langsung disambut oleh tubuh Haji Arrum yang sudah terbujur kaku di atas ranjang. Ya, hari itu, tanggal 22 Maret 2023, tepat satu hari sebelum Puasa Ramadhan, Haji Arrum dinyatakan pergi untuk selamanya, di usianya yang baru menginjak setengah abad.</p><p style="text-align: justify;">Dalam rentang waktu usia hidupnya yang membentang selama 50 tahun itu, khususnya selama satu dekade terakhir, Haji Arrum memang tidak pernah lepas dari sepeda. Haji Arrum dan Sepeda layaknya dua entitas yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Hubungan keduanya Ibarat dua sisi koin logam. Tak ada yang bisa menyangkal betapa cintanya Haji Arrum dengan Sepeda. Sekian jenis sepeda telah ia koleksi. Banyak tempat sudah ia jelajahi. Belasan bahkan puluhan komunitas ia kunjungi. Dan, tidak terhitung sudah berapa banyak orang yang ia sambangi. Sampai-sampai, saking intensnya ia menyambung tali persaudaraan antar pesepeda, nama Arrum menjadi terkenal ke seantero negeri. </p><p style="text-align: justify;">Terlepas dari semangatnya yang menyala-nyala untuk menyambung tali persaudaraan itu, secara personal Haji Arrum juga terkenal sebagai pribadi yang baik dan ramah. Tak percaya? Lihatlah betapa banyak orang yang menunjukkan ekspresi kehilangan karena kepergiannya. Lihat juga betapa banyak dan ramainya jama’ah yang ikut mendoakan dan mengantarkan Haji Arrum secara langsung menuju pusara. Belum lagi orang-orang yang merapalkan doa dari tempatnya masing-masing yang entah berapa jumlahnya.</p><p style="text-align: justify;">Buat saya sendiri, selain kebaikan dan keramahannya itu, salah satu sifat lain yang menonjol dan begitu saya kagumi dari Haji Arrum adalah rasa tanggung jawabnya yang sangat besar. Khususnya, tanggung jawabnya terhadap komunitas Federal Depok atau FEDE yang selama ini ia besarkan sekaligus telah membesarkan namanya. Dalam beberapa kali obrolan, Haji Arrum sering berujar, “FEDE itu komunitas sepeda. Orang Gabung sama FEDE ya tujuannya buat sepedahan. Makanya, FEDE harus bikin acara Gowes bareng secara rutin, supaya orang-orang itu tidak merasa kecewa.” </p><p style="text-align: justify;">Ungkapan Haji Arrum itu hanya bisa keluar dari mulut seseorang yang mempunyai sense of belonging atau rasa memiliki yang tinggi terhadap komunitas tempat ia bernaung. Rasa memiliki ini biasanya ditandai dengan adanya kepedulian dan motivasi yang tinggi untuk memberikan kontribusi terbaik bagi kelangsungan komunitasnya. </p><p style="text-align: justify;">Haji Arrum, tentu saja, tak mau berhenti sampai di situ saja. Tak hanya sekadar peduli, tak hanya sekadar menyampaikan keresahan dan melontarkan ide-ide belaka, lebih dari itu Haji Arrum ingin bergerak lebih jauh untuk mewujudkan ide-idenya itu. Seperti tak kenal lelah, berkali-kali Haji Arrum menginisiasi kegiatan Bersepeda Bareng untuk menggairahkan kembali semangat kawan-kawan FEDE, agar mereka dapat terus merasakan keberadaan FEDE sesuai Khittahnya sebagai Komunitas Sepeda. Dan ya, Inilah perwujudan dari rasa tanggung jawab atau sense of responsibility nya Haji Arrum terhadap FEDE. </p><p style="text-align: justify;">Untuk menjaga keberlangsungan agenda bersepeda bareng itu, Haji Arrum kemudian menciptakan sebuah support system dengan membentuk kelompok kecil layaknya “lembaga think tank” bernama Plan Next Trip atau PNT dan Bike Camp Lover atau BCL. PNT ditujukan untuk mewadahi para penggiat sepeda dengan sistem one day trip alias berangkat pagi pulang malam. Sedangkan BCL merupakan wadah bagi mereka yang hobi bikecamp atau bersepeda sambil kemping. Dengan sedikit bercanda, Haji Arrum seringkali menyebut PNT dan BCL ini sebagai sub chapter dari FEDE. Candaan Haji Arrum itu disampaikan bukan tanpa alasan. Selain karena orang-orang yang terlibat di dalam PNT dan BCL kebanyakan adalah anggota FEDE, penyebutan PNT dan BCL sebagai Sub Chapter FEDE juga menunjukkan betapa besar kecintaan Haji Arrum terhadap FEDE. Sampai-sampai, mau kemanapun Haji Arrum pergi atau di manapun ia berada, Haji Arrum tak pernah bisa melepaskan diri dari FEDE. </p><p style="text-align: justify;">Saya selalu percaya bahwa dalam berorganisasi (apapun bentuknya: e.g komunitas, ormas, atau bentuk lain), ada dua parameter utama yang dapat digunakan untuk menilai kapasitas dan tingkatan seseorang (selain kemampuan manajerial tentunya), khususnya untuk orang-orang yang memiliki peran dalam menjalankan roda organisasi itu. Tingkatan pertama adalah mereka yang mempunyai rasa memiliki terhadap organisasinya. Sedangkan tingkatan di atasnya adalah mereka yang memiliki rasa tanggung jawab dan mengimplementasikan tanggung jawabnya itu dalam setiap gerak laku hidupnya.</p><p style="text-align: justify;">Dengan semua kontribusi yang sudah ditunjukkan Haji Arrum selama ini, ditambah pula dengan semua ragam sifat baik yang melekat pada dirinya, tentu saja tak ada tingkatan yang paling layak untuk disematkan kepadanya selain tingkatan paling atas. Kontribusi-kontribusi positif dari Haji Arrum itu juga yang pada akhirnya membuat nama Arrum menjadi harum dan akan terus dikenang. Bukan kebetulan pula kalau dalam bahasa jawa, istilah Arrum atau Arum juga memiliki arti wangi atau harum. Karena itu, tak berlebihan kiranya kalau dibilang bahwa Haji Arrum adalah salah satu contoh dari seorang manusia yang namanya mampu mendefinisikan nilai dan rupa dirinya. Seakan-akan, nama Arrum merupakan self-fulfilling prophecy atau ramalan yang akhirnya menjadi kenyataan. Ramalan yang membimbing Haji Arrum menuju pencapaian hidup yang selaras dengan nama yang ia sandang: Arrum yang Harum.</p>Masdanhttp://www.blogger.com/profile/05302710136677969917noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1085015220275133547.post-27625338456734341972021-11-05T23:56:00.008-07:002021-11-15T19:45:21.268-08:00Cisadon: Mau dibawa Kemana?<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Kalau kita coba buka ponsel,
masuk ke laman pencarian google, lalu mengetik kata kunci semacam “Dusun
Cisadon”, “Kampung Cisadon”, “Trekking Cisadon”, “Kopi Cisadon”, “Gowes
Cisadon”, atau kata kunci lain yang menggunakan kata “Cisadon”, kita akan
menemukan banyak sekali catatan atau referensi terkait dusun eksotis yang berlokasi agak terpencil ini. Akan
tetapi, catatan-catatan tersebut mayoritas hanya memuat ulasan mengenai Dusun
Cisadon dari sisi pariwisata, kopi, akses jalan, pasokan listrik, atau kondisi sosial,
ekonomi, dan pendidikannya saja. Sangat jarang sekali, atau bahkan boleh
dibilang tidak ada catatan yang membahas Cisadon dari sisi status lahannya.</p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Padahal, pembahasan mengenai
status lahan Dusun Cisadon ini penting, karena kejelasan terkait status lahan
yang ditempati oleh masyarakat Cisadon saat ini akan sangat berpengaruh
terhadap peri kehidupan masyarakat Cisadon kedepannya. Dalam kondisi ideal,
status lahan tersebut biasanya dibuktikan dengan adanya dokumen kepemilikan tanah
atau perizinan pemanfaatan lahan. Tanpa adanya salah satu dari dua dokumen itu,
potensi munculnya permasalahan dalam bentuk kriminalisasi/konflik pertanahan
sangatlah besar, sehingga dapat merugikan masyarakat Cisadon itu sendiri. <o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Selayang Pandang dan
Sejarah Dusun Cisadon</b></p><div style="text-align: justify;">Perkenalan saya dengan Cisadon
bermula ketika FEDE (akronim dari Federal Depok, komunitas pecinta Sepeda
Federal yang berada di Kota Depok) mengadakan acara <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Bike Camp</i> Cisadon dengan Tajuk “Nyadon, Ngemping, Ngopi”
(selanjutnya akan disebut Nyadon). Sebagai anak bau kencur yang baru bergabung
dengan Komunitas FEDE dan belum pernah ikut acara bersepeda bareng, tentu saja
iming-iming untuk mengikuti acara Nyadon ini sangat menggiurkan dan sayang untuk dilewatkan.
Terlebih, acara Nyadon tersebut didukung secara penuh oleh Direktorat Inovasi
dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Science Techno Park</i> Universitas
Indonesia serta Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Kesenian Jakarta melalui
kegiatan pengabdian masyarakatnya. “Wah, pasti menarik!”, pikir saya waktu itu.
Akhirnya, seminggu sebelum pelaksanaan acara, saya pun memutuskan untuk turut
serta.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjMSjM3g6IBHHfcC6I_VuIuAg4NVl8SVTdPorIqDvrfyyUC2jaq-FyaQZ-oglRFdqS-hLVCxmzpHwLkgZl1pwF6JCf0zxN8fxENiaWoSSwxdsp_B22JiXeyyLe6b1kdh3l39NtSVvATTcA/s2048/IMG_20211030_160115.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="2048" data-original-width="1703" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjMSjM3g6IBHHfcC6I_VuIuAg4NVl8SVTdPorIqDvrfyyUC2jaq-FyaQZ-oglRFdqS-hLVCxmzpHwLkgZl1pwF6JCf0zxN8fxENiaWoSSwxdsp_B22JiXeyyLe6b1kdh3l39NtSVvATTcA/w333-h400/IMG_20211030_160115.jpg" width="333" /></a></div><br /><div style="text-align: justify;">Cisadon sendiri merupakan wilayah
permukiman warga yang terletak di tengah perbukitan dan secara administratif
merupakan bagian dari Desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten
Bogor. Terdapat dua jalur utama yang dapat ditempuh untuk menuju Cisadon, yaitu
Jalur Sentul atau Jalur Megamendung. Sebagai patokan, dari Titik 0 Kilometer Sentul, jarak
menuju Dusun Cisadon sebenarnya tidak terlalu jauh, kurang lebih hanya sekitar
7 Kilometer saja. Akan tetapi, perlu waktu yang cukup panjang untuk menempuh
jarak yang sebenarnya tergolong pendek itu, mengingat kondisi jalan menuju
Cisadon masih didominasi oleh jalanan tanah dan bebatuan dengan tingkat elevasi
yang tinggi. Dalam keadaan hujan, kondisi jalan akan bertambah semakin parah, apalagi
ketika terjadi longsor di beberapa titik, sehingga waktu tempuh menuju Cisadon
akan bertambah molor.</div><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Selain kedua jalur utama
tersebut, sebenarnya masih terdapat beberapa jalur lain untuk mencapai Dusun Cisadon ini,
misalnya jalur dari Rawa Gede atau dari Leuwi Hejo. Namun jalur-jalur tersebut lebih
sulit untuk ditempuh karena kondisi jalannya yang sempit, terjal, dan cenderung
masih tertutup vegetasi hutan yang cukup rapat.</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUtKrAlb9AcWKAnoCBbRs7G-SG3PJ2YKHYeD7qX0goaU9npS6dGCqFQmJFNNZEE9UvlcmRrg-FIQQ335VHcn8TvttgOXqO4E_bJkMuDhitYroj-JpMr8aQs41REldM3TByUXnS2KTO17A/s1897/Jalur.PNG" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1040" data-original-width="1897" height="351" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUtKrAlb9AcWKAnoCBbRs7G-SG3PJ2YKHYeD7qX0goaU9npS6dGCqFQmJFNNZEE9UvlcmRrg-FIQQ335VHcn8TvttgOXqO4E_bJkMuDhitYroj-JpMr8aQs41REldM3TByUXnS2KTO17A/w640-h351/Jalur.PNG" width="640" /></a></div><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Meskipun akses jalannya tergolong
buruk, nyatanya sampai saat ini Cisadon tidak pernah gagal dan selalu mampu
menarik minat orang-orang luar untuk terus berkunjung kesana. Setiap akhir
pekan, banyak orang, entah itu tua, muda, laki-laki, perempuan, atau bahkan anak-anak
yang berbondong-bondong menuju Cisadon dengan berbagai macam alasan. Salah satu
alasan yang membuat Cisadon seolah memiliki daya tarik yang luar biasa adalah
kondisi alamnya yang masih asri, suasananya yang masih tradisional, serta
tantangan yang ditawarkan oleh kondisi jalurnya yang tergolong berat. Sehingga,
penggemar olahraga trekking atau penikmat aktivitas outdoor tidak akan pernah melewatkan
Cisadon sebagai salah satu tujuan untuk menyalurkan hobi nya.</p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Alasan lainnya tentu saja adalah
Kopi. Sejak lama Cisadon memang terkenal sebagai penghasil Kopi Luwak Robusta
dari luwak liar dengan kualitas yang baik. Bagi para penggemar dan penikmat
kopi, kondisi jalan yang cukup berat menuju Dusun Cisadon bisa dikatakan bukanlah
tantangan yang berarti, karena ketika sampai Cisadon, rasa capek, lelah, serta peluh yang
mengucur sepanjang perjalanan akan terbayarkan oleh pengalaman minum kopi
dengan aroma yang khas dan tentunya dengan rasa yang sangat nikmat. <o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Memang harus diakui bahwa eksistensi
Dusun Cisadon tidak bisa dilepaskan dari tanaman kopi. Dalam istilah lain, boleh
dibilang Dusun Cisadon ada karena kopi. Tanpa tanaman kopi, perkampungan
Cisadon barangkali tidak akan pernah ada. Dari hasil obrolan singkat dengan
beberapa warga di Dusun Cisadon, Tanaman Kopi di Cisadon mulai ditanam sejak
era Kolonial Belanda. Sejak saat itu, secara turun temurun tanaman kopi tetap
dibudidayakan di Cisadon hingga sekarang. Bedanya, varian kopi yang
dibudidayakan saat itu berjenis Arabica. Namun, dengan pertimbangan teknis dan
ekonomis, saat ini warga lebih memilih untuk membudidayakan kopi dengan varian
Robusta saja. <o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Yang menarik, terdapat versi lain
mengenai sejarah Cisadon ini. Irvan Hidayat, misalnya, sempat mencatat bahwa <a href="https://mojok.co/terminal/mengenal-cisadon-daerah-penghasil-kopi-yang-tersembunyi">berdasarkan
hasil obrolannya dengan salah satu sesepuh Dusun Cisadon</a>, perkebunan kopi
di Cisadon baru dibuka sejak tahun 1983 oleh sepasang suami istri (Ibu Nini
(nama samaran) dengan almarhum suaminya). Bersamaan dengan pembukaan lahan
untuk perkebunan kopi itu, mulai tumbuh pula permukiman warga di Cisadon. Masih
menurut Irvan Hidayat, awalnya permukiman warga tersebut memang hanya berupa
saung-saung sederhana sebagai tempat berteduh petani kopi. Namun, seiring
berjalannya waktu, saung-saung tersebut kemudian tumbuh dan berkembang menjadi
permukiman dengan bangunan yang permanen seperti sekarang. <o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Kedua versi mengenai sejarah
Dusun Cisadon tersebut memang terlihat berbeda, namun bisa jadi tidak
bertentangan karena mungkin perbedaannya hanya dari aspek pembabakan waktunya
saja. Dalam artian bahwa pembukaan lahan untuk perkebunan kopi mungkin saja memang
bermula sejak era kolonial. Namun, karena alasan tertentu, perkebunan kopi tersebut
kemudian ditelantarkan. Setelah sekian tahun terlantar dan ditinggalkan, akhirnya
pada Tahun 1983 terdapat beberapa orang yang “membuka kembali” lahan untuk perkebunan
kopi di Cisadon, dan sebagai implikasinya mulai tumbuh permukiman warga di
sekitarnya. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Status Lahan Dusun Cisadon</b></p><v:shape alt="Peta Status" id="Picture_x0020_6" o:spid="_x0000_s1027" style="height: 315.75pt; left: 0px; margin-left: 0.05pt; margin-top: 78.5pt; mso-height-percent: 0; mso-height-relative: page; mso-position-horizontal-relative: text; mso-position-horizontal: absolute; mso-position-vertical-relative: text; mso-position-vertical: absolute; mso-width-percent: 0; mso-width-relative: page; mso-wrap-distance-bottom: 0; mso-wrap-distance-left: 9pt; mso-wrap-distance-right: 9pt; mso-wrap-distance-top: 0; mso-wrap-style: square; position: absolute; text-align: left; visibility: visible; width: 468.5pt; z-index: 251666432;" type="#_x0000_t75">
<v:imagedata o:title="Peta Status" src="file:///C:/Users/RINASE~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.png">
</v:imagedata></v:shape><div style="text-align: justify;">Berdasarkan hasil tumpang susun antara Peta Dusun Cisadon dengan Peta
Kawasan Hutan Provinsi Jawa Barat sebagaimana disajikan pada gambar di bawah
ini, terlihat bahwa lahan permukiman warga di Dusun Cisadon masuk dalam cakupan
Kawasan Hutan dengan fungsi Hutan Produksi Tetap. Sebagai catatan awal, data
yang dipakai di sini hanyalah data terkait lahan yang digunakan untuk
permukiman warga saja. Untuk lahan yang digunakan sebagai perkebunan kopi belum
dapat diidentifikasi karena keterbatasan informasi.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj4C8bQNljxa8W821b8KjKW1eli9xKTinj5HGcgS9zDMMgB2krsYk9ZgoS_lsmCgGpNn6PjhJre3jMLTGzjxugsRYrX_xkE_-9nm7ghINuLxqjU-KBDJadeJm44zix-5T_3wQi4Zpp9RbQ/s1584/Status.PNG" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;"><img border="0" data-original-height="1069" data-original-width="1584" height="432" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj4C8bQNljxa8W821b8KjKW1eli9xKTinj5HGcgS9zDMMgB2krsYk9ZgoS_lsmCgGpNn6PjhJre3jMLTGzjxugsRYrX_xkE_-9nm7ghINuLxqjU-KBDJadeJm44zix-5T_3wQi4Zpp9RbQ/w640-h432/Status.PNG" width="640" /></a><br /><o:p></o:p><p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sebelumnya perlu kita pahami terlebih
dahulu bahwa secara umum, wilayah Indonesia dapat dibagi dalam dua kategori
besar; wilayah darat dan wilayah perairan. Untuk wilayah darat sendiri,
statusnya terbagi menjadi dua, yaitu Kawasan Hutan dan Area Penggunaan Lain.
Sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan, pemanfaatan lahan di kawasan
hutan tidak dapat dilakukan melalui penerbitan sertipikat hak atas tanah.
Bahkan, penerbitan sertipikat hak atas tanah di dalam kawasan hutan masuk dalam
kategori tindakan penyalahgunaan wewenang yang dapat diancam dengan hukuman
pidana. Sebaliknya, di Area Penggunaan Lain (pada gambar di atas ditunjukkan
dengan warna putih), dapat diterbitkan sertipikat hak atas tanah sebagai bukti
otentik pemilikan, pemanfaatan, atau penggunanaan tanah.</p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Apabila lahan berada di dalam
kawasan hutan, seperti dalam konteks Dusun Cisadon ini, maka mekanisme
pemanfaatan/penggunaan lahannya hanya dapat dilakukan setelah dilakukan proses
pelepasan kawasan hutan (konversi/mengubah status kawasan hutan menjadi area
penggunaan lain) atau melalui skema perizinan. Artinya, setiap kegiatan
pemanfaatan/penggunaan lahan di dalam kawasan hutan seperti pembangunan rumah,
warung, pembukaan lahan untuk perkebunan, wajib dilakukan setelah selesainya
proses konversi lahan atau berdasarkan perizinan yang diterbitkan oleh instansi
yang berwenang. Tanpa adanya perizinan, pemanfaatan lahan yang dilakukan oleh
warga masyarakat dianggap ilegal dan perbuatan tersebut dapat dipidana. <o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Berdasarkan catatan di atas,
paling tidak dapat diajukan dua pertimbangan utama kenapa perhatian terhadap
aspek status lahan Dusun Cisadon ini penting. Pertama, kepastian terkait legalitas
pemanfaatan hutan dapat mengeliminasi potensi kriminalisasi terhadap warga
masyarakat Dusun Cisadon, sehingga kehidupan dan kegiatan usaha masyarakat bisa
dilakukan dengan tenang dan aman. Kedua, kepastian terkait status lahan juga
dapat menghapus kekhawatiran terhadap kemungkinan munculnya perusahaan besar
yang mengusahakan lahan di sana karena telah mengurus dan mendapatkan perizinan
pemanfaatan kawasan hutan, sehingga mengakibatkan masyarakat yang sudah lama
tinggal dan menggarap lahan akhirnya malah terpinggirkan dan bahkan terusir.<o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Perlu digarisbawahi bahwa
pengelolaan kawasan hutan di Provinsi Jawa Barat untuk saat ini didelegasikan
kepada Perum Perhutani (kedepan, skema ini akan diubah melalui pembagian
kewenangan pengelolaan kawasan hutan antara Pemerintah dengan Perum Perhutani
melalui penetapan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus). Dalam melaksanakan
pengelolaan hutan ini, Perum Perhutani dapat menjalin kerjasama dengan masyarakat
yang tinggal di dalam atau di sekitar kawasan hutan melalui kemitraan kehutanan.
Bentuk kemitraan kehutanan ini bisa beragam, misalnya pengusahaan pariwisata
oleh masyarakat melalui pengelolaan wisata alam, pembangunan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">camping ground</i>, atau budidaya tanaman
dalam bentuk <i style="mso-bidi-font-style: normal;">agroforestry</i>. Dalam
konteks Dusun Cisadon ini, perkebunan kopi yang diusahakan oleh warga mungkin
saja telah memenuhi aspek legalitas karena sebelumnya telah ada kerjasama
dengan Perum Perhutani. Namun, ketika saya mencoba mengakses basis data kemitraan
kehutanan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), belum
terdapat data untuk wilayah Dusun Cisadon. Ketiadaan data ini dapat berarti dua
hal; Pertama, memang belum ada kemitraan kehutanan di wilayah Dusun Cisadon,
atau yang kedua, sudah ada kemitraan kehutanan namun belum tercatat dalam basis
data KLHK. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Apapun itu, yang patut disyukuri,
saat ini, Indonesia telah memiliki instrumen hukum yang cukup memadai untuk melindungi
hak-hak masyarakat melalui mekanisme penyelesaian penguasaan tanah dalam
kawasan hutan seperti dalam kasus Dusun Cisadon ini. Penyelesaian penguasaan
tanah ini menjadi solusi untuk memberikan legalitas/kepastian hukum terkait
status lahan yang dikuasai dan telah dimanfaatkan oleh warga masyarakat Dusun
Cisadon untuk permukiman dan perkebunan kopi. Syarat utamanya adalah lahan telah
dikuasai oleh orang-perorangan secara fisik dengan iktikad baik secara terbuka minimal
5 (lima) tahun secara berturut-turut dengan luasan maksimal 5 (lima) hektar. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Apabila dilihat dari citra
satelit sebagaimana terlihat pada gambar di bawah ini, nampak bahwa pada Tahun
2006 (potret citra satelit paling awal yang bisa didapatkan), perkampungan
Cisadon memang sudah eksis namun mayoritas masih berupa hamparan lahan dengan
satu dua bangunan saja. Di sekitar lahan tersebut tersebar bangunan-bangunan
lain yang berjarak agak berjauhan (bisa diperkirakan sebagai saung atau rumah
penduduk juga). Pemanfaatan lahan secara massif untuk permukiman baru terlihat
mulai dilakukan sejak Tahun 2012. Berdasarkan potret <i style="mso-bidi-font-style: normal;">time series</i> dari citra satelit ini, dapat dilihat bahwa keberadaan
permukiman di Dusun Cisadon (khusus di lokasi yang ditandai) sudah melewati batas
minimal masa pengusaan selama 5 (lima) tahun sebagai persyaratan penyelesaian
penguasaan tanah dalam kawasan hutan.<o:p></o:p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg_P3Qddk3H-Grxg4gptyI27o4xHnte1Q3ogKhhzrh9WkD6EtqqUy2IWbdePLEI4LAVHlggC2T-yhT02-yhaTcgXLpNX8XSZKRSW4OdPrF4uzCA3zgjhQv1sWk4FP2laVo6UHRTAG5xmSs/s1583/TIme+Series.PNG" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="943" data-original-width="1583" height="382" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg_P3Qddk3H-Grxg4gptyI27o4xHnte1Q3ogKhhzrh9WkD6EtqqUy2IWbdePLEI4LAVHlggC2T-yhT02-yhaTcgXLpNX8XSZKRSW4OdPrF4uzCA3zgjhQv1sWk4FP2laVo6UHRTAG5xmSs/w640-h382/TIme+Series.PNG" width="640" /></a></div><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Karena Dusun Cisadon berada pada
kawasan hutan dengan fungsi Hutan Produksi Tetap (lihat kembali hasil tumpang
susun pada peta kawasan hutan di atas), maka sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,
mekanisme penyelesaiannya dilaksanakan dengan beberapa skema berdasarkan pada dua
kondisi. Kondisi pertama terpenuhi apabila luas kawasan hutannya telah
mencukupi batas kecukupan minimal yang harus dipertahankan. Dalam kondisi ini, penguasaan
tanah oleh masyarakat dalam bentuk permukiman warga dapat diselesaikan dengan
mekanisme perubahan batas kawasan hutan. Apabila telah dilakukan proses
perubahan batas kawasan hutan, status lahan berubah dari kawasan hutan menjadi
area penggunaan lain, sehingga dapat diterbitkan sertipikat hak atas tanah
untuk masyarakat.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Untuk penguasaan tanah
dalam bentuk perkebunan (termasuk perkebunan kopi), terdapat persyaratan
tambahan, yaitu jangka waktu minimal penguasaan tanah selama 20 Tahun. Dalam
hal tanah untuk perkebunan telah dikuasai secara berturut-turut selama 20 Tahun
atau lebih, penyelesaian penguasaan tanah dilakukan dengan skema yang sama
dengan permukiman, yaitu dengan perubahan batas kawasan hutan. Sedangkan
apabila penguasaan tanahnya kurang dari 20 Tahun, proses penyelesaiannya
dilakukan dengan skema Perhutanan Sosial.</p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Kebalikan dari kondisi pertama,
kondisi kedua terpenuhi apabila luas kawasan hutannya kurang dari batas
kecukupan minimal yang harus dipertahankan. Dalam kondisi ini, penguasaan tanah
oleh masyarakat dalam bentuk permukiman warga dapat diselesaikan dengan
mekanisme pelepasan kawasan hutan atau penggunaan kawasan hutan. Apabila
penyelesaian dilakukan dengan skema pelepasan kawasan hutan, status lahan juga
akan berubah dari kawasan hutan menjadi area penggunaan lain, sehingga dapat
diterbitkan sertipikat hak atas tanah untuk masyarakat. Namun, ketika
penyelesaian dilakukan dengan skema penggunaan kawasan hutan, status lahan
tetap sebagai kawasan hutan dan tidak dapat diterbitkan sertipikat hak atas
tanah di atasnya. Meskipun demikian, tanpa penerbitans ertipikat hak atas
tanahpun, dengan adanya keputusan persetujuan penggunaan kawasan hutan, status
permukiman warga telah memenuhi aspek legalitasnya. Untuk penguasaan tanah
dalam bentuk perkebunan (termasuk perkebunan kopi), dalam kondisi ini, tidak
terdapat persyaratan tambahan berupa jangka waktu minimal penguasaan atas tanah
sealama 20 tahun, dan proses penyelesaiannya dilakukan hanya dengan skema
Perhutanan Sosial.<o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Untuk menentukan skema mana yang
dapat diterapkan dalam konteks Dusun Cisadon, perlu dipastikan dulu kondisi
serta ketentuan terkait kecukupan kawasan hutan yang berlaku. Sebelumnya,
sesuai ketentuan Undang-Undang Kehutanan, batas kecukupan minimal kawasan hutan
yang harus dipertahankan adalah 30% dari luas daerah aliran sungai (DAS) atau
luas pulau. Namun, saat ini, Pasca ditetapkannya Undang-Undang Cipta Kerja,
terdapat perubahan terkait batas kecukupan minimal kawasan hutan yang harus
dipertahankan, di mana penetapan batas kecukupan minimal dilakukan oleh Menteri
LHK berdasarkan kondisi fisik dan geografis dari DAS dan/atau pulau. Sehingga
persentase untuk masing-masing pulau bisa berbeda. <o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Sayangnya, saat ini batas
kecukupan minimal kawasan hutan yang harus dipertahankan di provinsi Jawa Barat
belum ditetapkan dan masih mengacu pada batasan yang lama, yaitu 30% dari luas
DAS dan/atau pulau. Sehingga, apabila merujuk pada kondisi terakhir di mana
luas kawasan hutan di jawa hanya sekitar 20 an persen dari luas DAS dan/atau
pulau, maka dalam konteks penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan
untuk Dusun Cisadon, kondisi yang terpenuhi adalah luas kawasan hutannya kurang
dari batas kecukupan minimal yang harus dipertahankan. Sehingga, skema yang
dapat dipakai adalah pelepasan kawasan hutan atau penggunaan kawasan hutan
untuk permukiman dan perhutanan sosial untuk perkebunan kopi. <o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Penyelesaian dalam bentuk
perhutanan sosial ini dilakukan dengan tetap mempertahankan status kawasan
hutan, di mana masyarakat hanya diberikan akses legal dalam jangka waktu
tertentu untuk melakukan pemanfaatan kawasan hutan. Terdapat lima bentuk akses
legal perhutanan sosial ini; Pertama adalah Hutan Desa, kedua Hutan Tanaman
Rakyat, ketiga Hutan Kemasyarakatan, keempat Hutan Adat, dan yang kelima atau
yang terakhir adalah kemitraan kehutanan. Bentuk perhutanan sosial yang paling
sesuai untuk diterapkan di Dusun Cisadon adalah Hutan Kemasyarakat melalui skema
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Agroforestry</i> tanaman kopi. Tidak hanya
selesai pada pemberian akses legal saja, penyelesaian dengan skema perhutanan
sosial ini akan diikuti pula dengan pemberdayaan masyarakat melalui pembentukan
kelompok usaha perhutanan sosial.</p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Jadi, Cisadon mau dibawa ke mana? </p></div>Masdanhttp://www.blogger.com/profile/05302710136677969917noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1085015220275133547.post-83195747978183447732018-09-20T03:22:00.002-07:002021-05-14T01:10:46.730-07:00Milana Birru Dhyana<div style="text-align: justify;">
Masyarakat dayak bidayuh yang hidup di kawasan perbatasan Indonesia Malaysia, terutama mereka yang tinggal di kampung Punti Tapau dan Punti Meraga kecamatan Entikong, punya cara yang cukup unik untuk menamai anaknya.<br />
<br />
Samou (Bapak) Kiyong, misalnya, Induk Semang saya semasa Kuliah Kerja Nyata di Perbatasan Entikong ini, mendapatkan nama uniknya itu dari cuitan seekor burung. Ceritanya, sewaktu menjalani proses persalinan di rumah seorang dukun bayi, Ibu Samou Kiyong sempat mendengar cuitan burung dengan bunyi "Kiyong ... Kiyong ... Kiyong ..." yang berasal dari atap rumah. Karena terkesan dengan bebunyian yang ia dengar secara berulang-ulang itu, jadilah bayi yang baru saja ia lahirkan disebut dengan panggilan, Kiyong.<br />
<br />
Lain hal nya dengan bapak Sutarno, kepala desa kami di sana. Meskipun namanya terkesan “Njawani”, Pak Tarno sebenarnya adalah keturunan dayak asli dari bapak dan ibu yang juga memiliki darah dayak murni. Gelar jawanya itu diilhami dari nama seorang anggota TNI yang waktu itu ditugaskan untuk mengamankan perbatasan Entikong agar tidak terkena imbas “geger pecinan” yang sedang merajalela di serawak.<br />
<br />
Karena intensitas pertemuan antara orang tua pak Tarno dengan prajurit itu cukup tinggi, dan karena kesannya yang begitu mendalam terhadap kepribadian “Sutarno tua”, maka, ketika istrinya dikemudian hari melahirkan bayi laki-laki, nama prajurit yang pernah ia kenal itu akhirnya diabadikan menjadi nama anak kandungnya. Dan, jadilah bayi kecil yang sekarang menjadi Kepala Desa di Kampung Perbatasan itu bernama Sutarno.<br />
<br />
Meskipun perantara yang menjadi dasar penamaan mereka berbeda, Pak Tarno ataupun Samou Kiyong sebenarnya mendapatkan namanya itu dari sebab yang sama, yaitu dari kesan mendalam orang tua mereka terhadap fenomena tertentu. Fenomena tertentu ini dapat berupa Tumbuhan, Benda, Rasa, Suasana, Manusia, ataupun Fauna. Orang tua Pak Tarno, tentu saja, terkesan dengan kepribadian seorang manusia yang tercermin dari sosok Prajurit bernama Sutarno, sedangkan Orang Tua Samou Kiyong pada saat itu terkesan dengan bunyi yang dihasilkan dari cuitan seekor Fauna. <br />
<br />
Apabila ditelusuri lebih lanjut, sebenarnya, sebab yang menjadi dasar penamaan anak seperti yang terjadi dalam kasus Samou Kiyong dan Pak Tarno di atas merupakan fenomena umum yang dapat kita temui dengan sangat mudah dalam kehidupan sosial kita saat ini. Seorang Ibu yang terkesan dengan sosok Muhammad dan berharap anaknya di kemudian hari memiliki kepribadian seperti idolanya itu, cenderung akan memberikan nama Muhammad kepada anak laki-lakinya. Orang Tua Gajah Mada, Lembu Sora, Bagus Handaka, ataupun Kebo Anabrang pun juga memiliki alasan serupa ketika harus memilihkan nama untuk anak-anaknya. Tentu mereka memiliki kesan personal yang cukup mendalam terhadap hewan-hewan itu dan berharap bahwa anaknya kelak dapat menjadi Ksatria Tanggon Tangguh dengan kekuatan sebesar Gajah, Lembu, Banteng, atau Kerbau. Hal ini berlaku pula untuk nama-nama seperti Oryza Sativa, Annona Squamosa, Cammelia Sinensis, Salvinia Natans, Senja Ananda, Gembira Anastasia, dan sebagainya.<br />
<br />
Saya dan Rina juga tak jauh beda. Entah kapan tepatnya, yang jelas, pada sebuah siang yang terik, saat Rina meminta rekomendasi Buku untuk ia baca, saya langsung menyodorkan antologi cerita pendek tulisan Bernard Batubara yang berjudul Milana. Tidak ada alasan spesial kenapa saya memilihkan buku itu, kecuali karena bentuk bukunya yang cenderung kecil dan tipis sehingga lebih cepat dikhatamkan. Tak dinyana, buku Milana itu pun pada akhirnya berhasil meninggalkan kesan yang mendalam di benak Rina.<br />
<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhKMMcaf7ZVz_s0v_H2l7HaTZNucb2BzBMtMlpqukWB20F32Ruc7j4KFkYiZmT-8qajfr2d2zkqM6uBQQPFzfdMfK4osYm9wTTKyEgZbCRwuXPiW3SSk3yBIAIJK2WAycjSY7GcM8f6tio/s1600/P_20180923_085528_1.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1148" data-original-width="1600" height="229" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhKMMcaf7ZVz_s0v_H2l7HaTZNucb2BzBMtMlpqukWB20F32Ruc7j4KFkYiZmT-8qajfr2d2zkqM6uBQQPFzfdMfK4osYm9wTTKyEgZbCRwuXPiW3SSk3yBIAIJK2WAycjSY7GcM8f6tio/s320/P_20180923_085528_1.jpg" width="320" /></a>Kesan yang sama pernah saya rasakan pula ketika membaca penjelasan Thabathaba’i tentang kata <i>al Birru</i> pada ayat 2:177. Dalam Kitab Tafsir <i>Al Mizan</i>, Thabathaba’i menyatakan bahwa kata <i>al Birru </i>dalam ayat tersebut mencakup tiga aspek Kebaikan yang paripurna, yaitu iman, amal, dan moral (Lihat Tafsir Al Mizan, Jilid 2 hlm. 413-421). Memang, secara harfiah, kata <i>al Birru</i> sendiri memiliki makna Kebaikan. Yang menarik, istilah kebaikan ini, dalam konteks bahasa Indonesia, hanya memiliki satu makna. Sehingga, jangan heran apabila taat dan patuh kepada orang tua, memberi makan orang fakir, bertaqwa kepada Tuhan, membantu tetangga yang kesusahan, menjaga perkataan, atau berbuat adil kepada siapapun, sama-sama disebut dengan istilah kebaikan. Padahal, dalam bahasa Arab, perbuatan-perbuatan itu disebut dengan istilah yang berbeda, karena masing-masing memiliki tingkatan kebaikan yang berbeda pula.<br />
<br />
Dalam <i>Al Qur’an</i>, konsep Kebaikan disebut dengan berbagai macam istilah, seperti <i>al Khair</i>, <i>al Thayyib</i>, <i>al Ma’ruf</i>, <i>al Hasan</i>, <i>al Shalih</i>, dan <i>al Birru</i>. Meskipun sama-sama bermakna Kebaikan, namun Keenam istilah itu berada pada tingkatan yang berbeda dan digunakan dalam kategori yang berbeda pula. Emha Ainun Najib, misalnya, membagi kebaikan dalam tiga tingkatan. Tingkatan pertama adalah Kebaikan universal yang didasarkan pada dalil-dalil keagamaan atau dalam hal ini dapat disebut dengan istilah Kebaikan Teoretis. Tingkatan Kedua adalah Kebaikan yang sudah melalui pembuktian-pembuktian nyata dalam kehidupan atau disebut pula dengan istilah kebaikan Empiris. Sedangkan tingkatan paling puncak adalah kebaikan-kebaikan yang sudah menjadi endapan atau sublimasi dari kebaikan teoretis maupun empiris yang disebut dengan istilah kebaikan Kontemplatif. Masih menurut Emha, dalam al Qur’an, kebaikan teoretis disebut dengan istilah <i>al Khair</i>. Kebaikan Empiris disebut <i>al Ma’ruf</i>. Sedangkan Kebaikan Kontemplatif disebut dengan istilah <i>al Birru</i>.<br />
<br />
Untuk kebaikan teoretis atau <i>al khair</i> ini, karena dasarnya adalah dalil-dalil keagamaan yang masih bersifat problematis, dalam artian ada yang menerima atau meyakini, dan ada pula yang menyangkal atau menolak, maka pelaksanaannya tidak boleh dilakukan dengan paksaan, tapi harus dilakukan dengan ajakan atau anjuran. Karena itu, istilah yang digunakan untuk pelaksanaan kebaikan jenis ini adalah <i>yad’una ila al khair</i> atau mengajak kepada kebaikan.<br />
<br />
Berbeda halnya dengan kebaikan empiris atau <i>al ma’ruf</i>, karena jenis kebaikan ini sudah menjadi konsensus bersama sehingga tidak ada seorang pun yang akan mengingkari status kebaikannya, maka pelaksanaannya harus dilakukan dengan perintah atau suruhan, atau dalam bahasa al Qur’an disebut dengan istilah <i>ya’muruna bi al ma’ruf</i> (menyuruh kepada kebaikan).<br />
<br />
Khusus untuk kebaikan kontemplatif atau <i>al Birru</i>, istilah yang dipakai adalah gotong royong, atau dalam bahasa al Qur’an disebut dengan <i>ta’awanu ‘ala al Birri </i>(tolong menolong dalam hal kebaikan). Cakupan kebaikan jenis ini dapat dirujuk kembali pada ayat 2:177, di mana <i>al Birru </i>meliputi iman kepada Allah, hari kemudian, para malaikat, kitab-kitab, para nabi; dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang dalam perjalanan yang memerlukan pertolongan, dan orang yang meminta-minta; dan orang yang memerdekakan hamba sahaya, dan melaksanakan shalat dengan sempurna, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janji mereka apabila berjanji; dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Cakupan inilah yang menurut Thabathaba'i membuat istilah <i>al Birru</i> sepadan dengan iman, amal, dan moral.<br />
<br />
Selain pada <i>al Birru</i>, kesan serupa juga saya rasakan ketika membaca serial Supernovanya Dewi Lestari, terutama ketika sampai pada penjelasan tentang Dhyana (baca: dayana), salah satu tahapan atau tingkatan dalam praktik Yoga. Agak sulit untuk menjelaskan makna dari istilah Dhyana ini. Karena itu, untuk memudahkannya, sebut saja Dhyana itu sebagai akronim dari suku kata kedua Masdan dan Rina.<br />
<br />
Dan, ya, dari sana, dari kesan-kesan kami yang terakumulasi itu, hari ini, tepat pada hari ketujuh kelahirannya, akhirnya Putri kedua kami itu kami beri nama Milana Birru Dhyana. Untuk menyederhanakannya, kami memanggilnya Mili. <i>wallahu a'lam</i><br />
<div>
<br /></div>
</div>
Masdanhttp://www.blogger.com/profile/05302710136677969917noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1085015220275133547.post-15608714690190014232018-04-28T02:37:00.003-07:002021-05-14T01:14:46.936-07:00Bertaruh Nyawa di Puncak Gunung<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="line-height: 115%;">11 November 2011, sore hari, di puncak
Gunung Gede. Saat itu, hujan turun dengan lebatnya. Gemuruh suara angin
yang menggema dari dinding-dinding kawah terdengar sangat jelas dari dalam
tenda. Udara terasa begitu dingin. Jaket yang kami kenakan seolah tidak mampu
menahan serangan dingin yang sudah terasa keterlauan itu. Kami berenam; Babe
Utun, saya, Vici, Reski, Ania, dan Maulana, akhirnya memilih untuk duduk
berdempetan sambil berselimutkan <i>Sleeping Bag</i> lawas yang berukuran cukup besar.</span></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxsNrTpFM3RiGfcizzISsOJtR5TER29Q6L7-aAFBv27xE2YzAq6ISxVD3p42Vm1V8IWAQwEzzBmu2yv5poSuLrjBUFmTCbakapHcDoe5Hmjreyspya2ppPo7_TPb_JyhRxO1dpkNniaE4/s1600/297653_2660871684867_179597873_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="960" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxsNrTpFM3RiGfcizzISsOJtR5TER29Q6L7-aAFBv27xE2YzAq6ISxVD3p42Vm1V8IWAQwEzzBmu2yv5poSuLrjBUFmTCbakapHcDoe5Hmjreyspya2ppPo7_TPb_JyhRxO1dpkNniaE4/s320/297653_2660871684867_179597873_n.jpg" width="320" /></a></div>
Sebenarnya, agak riskan memaksakan
diri mendaki Gunung saat cuaca sedang tidak bersahabat seperti saat itu. Tapi,
apa boleh buat, kami harus meluluskan ajakan Babe Utun untuk merayakan Ulang
Tahun nya yang ke-70 dengan mendaki Gunung Favoritnya. Saya masih ingat betul,
sewaktu pesan pendek yang berisi ajakan dari Babe masuk ke Ponsel, saya
sempat mengingatkan Si Bocah Tua Nakal itu bahwa beberapa bulan kedepan, hujan
masih akan turun dengan derasnya. Tapi, dengan entengnya, Babe membalas pesan
saya dengan ungkapan pendeknya yang khas, “Yang bekuah lebih enak”, tulisnya. Saya
langsung terdiam.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Akibat dari ajakan itulah, sore
itu kami terkurung dalam tenda, di Puncak Gunung Gede, di tengah guyuran hujan
yang sangat deras. Seandainya terjadi sesuatu kepada kami, tidak akan ada
kelompok pendaki lain yang dapat menolong atau memberikan bantuan. Mayoritas
pendaki lebih memilih untuk menggelar tenda di Pos Kandang Badak atau Lembah
Suryakencana. Jumlahnya pun masih bisa dihitung dengan jari. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Dahulu, sebelum Film 5 cm rilis
dan tayang di layar kaca, suasana pendakian gunung masih terasa begitu khidmat,
begitu syahdu. Jumlah pendaki masih minim, gunung masih terasa sepi. Jauh berbeda dengan kondisi sekarang, dimana Pendakian Gunung telah
menjelma menjadi sebuah Tren dan Gaya Hidup. Ribuan manusia urban
berlomba-lomba menaklukkan hutan dan pegunungan. Berebutan menjadi yang pertama
menjejakkan kaki di sudut-sudut terpencil alam atau di puncak-puncak tertinggi
pegunungan. Gunung seolah berubah menjadi pasar malam. Semakin ramai, semakin
meriah. Seramai pameran foto-foto pegunungan di Instagram, dan semeriah obrolan
pendakian di gedung-gedung perkantoran. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-spacerun: yes;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Di dalam tenda, di tengah hawa
dingin yang semakin menusuk kulit itu, Babe Utun mulai berkisah tentang kehidupannya.
Ia bercerita tentang banyak hal; mulai dari kisah kehidupan kampusnya di Sastra
UI; persahabatannya dengan Legenda Petualang Indonesia seperti Soe Hok Gie, Herman
Lantang, Rudy Badil, Norman Edwin, Don Hasman, Steve Clement; maupun kisah
asmaranya dengan perempuan yang berhasil ia nikahi dan sampai kini menjadi
istrinya. Dengan segala rupa kisah-kisahnya itu, Petualang Gaek tersebut berhasil
membuat kami terpesona. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjdxwzNc9um1u1sfHStuGNdrXRBaM4ITAXNH-67SmzhKDW4Ou-6Jtn3v7RJdj8G0rSOutivX4JfGcAuTZqY9gf-TgAsQf48jB3Ci2ZzLR1FRIeIqkDMe-3u-3unWYd7tDWw2Q3XxgSg3nU/s1600/386441_2660856484487_1922653289_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="960" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjdxwzNc9um1u1sfHStuGNdrXRBaM4ITAXNH-67SmzhKDW4Ou-6Jtn3v7RJdj8G0rSOutivX4JfGcAuTZqY9gf-TgAsQf48jB3Ci2ZzLR1FRIeIqkDMe-3u-3unWYd7tDWw2Q3XxgSg3nU/s400/386441_2660856484487_1922653289_n.jpg" width="400" /></a></div>
Saking memukaunya kisah yang
diceritakan Babe, tak terasa, beberapa jam sudah terlampaui. Entah sudah berapa
banyak kisah dan guyonan yang disampaikan Mantan Juru Foto Surat Kabar Suara
Pembaharuan itu, namun, hujan di luar belum juga mereda. Bahkan, semakin malam,
Badai semakin menjadi, dan guyuran hujan pun bertambah semakin deras. Akibatnya,
tenda kecil kami tidak kuasa lagi membendung tumpahan air yang turun dari kolong langit itu. Air mulai
merembes masuk ke dalam tenda. Semakin lama, rembesan air semakin banyak.
Bahkan, di sudut kanan atas tenda, air sudah menetes masuk dengan derasnya.
<i>Sleeping Bag</i> yang menjadi satu-satunya perisai kami untuk menahan hawa dingin sudah basah. Beberapa bagian baju atau
celana kami juga sudah terkena air. Kami mulai menggigil kedinginan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Entah sudah berapa lama kami
tersiksa oleh hawa dingin yang begitu menusuk itu. Yang jelas, saat itu kami hanya
mengharapkan datangnya Pagi. Tapi, pagi yang kami harap-harapkan kehadirannya itu
tak juga kunjung menjelma. Waktu seolah-olah berjalan begitu pelan, terasa sangat
lambat. Dengan kondisi badan kami saat itu, kami sudah hampir merasa putus
asa, tidak berani lagi untuk berharap. Akhir kehidupan seolah sudah mendekat,
mendekat, dan semakin mendekat. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Sampai suatu ketika, Ania
mengeluarkan Balsem Geliga dari sakunya. Iseng, tanpa pretensi dan harapan
apapun, kami coba oleskan balsem tersebut ke telapak kaki kami. Beberapa saat
kemudian, rasa hangat mulai menyeruak. Bahkan karena efek Balsem Geliga itu,
saya sempat terlelap barang sejenak. Padahal, kondisi tenda saat itu sudah basah
semua. Dalam kondisi normal, mustahil hal tersebut dapat terjadi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Lewat perantara Balsem Geliga itulah
harapan kami kembali tumbuh, bahwa kami dapat melewati malam yang dingin itu
dengan selamat. Dan, pada akhirnya, setelah
berkali-kali mengoleskan Geliga ke telapak kaki dan bagian tubuh lain, sekitar
pukul 3 atau 4 pagi, hujan mulai mereda. Kami coba intip keluar tenda, langit
terlihat cerah. Bintang Gemintang nampak indah di atas sana. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Setelah hujan benar-benar berhenti,
saya keluar dari dalam tenda dan berjalan-jalan di tepi Kawah. Di dekat Batu
Spanyol (Penanda Puncak Gede. Pada saat pembangunan Pagar pengaman, Batu tersebut
dibuang ke dalam kawah) saya coba tengok ke bawah. Saat itu, dasar kawah terlihat
dengan sangat jelas. Indah sekali. Setelah puas berjalan-jalan, saya pun
menunaikan sembahyang subuh tepat di bibir kawah. Dan, entah kenapa, sampai
sekarang saya masih merasa bahwa itulah sembahyang subuh paling khusyu’ yang
pernah saya laksanakan. Begitu Tenang, begitu khidmat. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Jujur saja, setiap kali
mengingat-ingat tragedi di Puncak Gunung Gede itu, saya tidak pernah menyangka
bahwa kami dapat melewati malam dengan selamat. Dan seandainya ditanya apakah saya Kapok Naik Gunung setelah mengalami kejadian tersebut? tentu saja akan saya jawab dengan lantang, "Menurut Ngana?"<o:p></o:p><br />
<br />
***<br />
<br /></div>
<br />Masdanhttp://www.blogger.com/profile/05302710136677969917noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1085015220275133547.post-24869255403718435282018-04-26T03:33:00.004-07:002021-05-14T01:29:03.897-07:00Pangrango, Mandalawangi, dan Soe Hok-gie<div style="text-align: justify;">
Awalnya, tidak ada niatan untuk mengambil foto pre-wedding seperti ini. Seingat saya, saat itu, tiba-tiba saja muncul kerinduan untuk mendaki Gunung Pangrango, berkemah di Lembah Kasih Mandalawangi seperti yang diidam-idamkan Rina, sambil menikmati keindahan Kabut “endemik” dan Puspa Edelweiss Mandalawangi yang sangat khas itu. Saya kemudian mengajak beberapa kawan yang memiliki hobi dan kecintaan serupa untuk turut serta. Tak perlu waktu lama, kesepakatan pun segera diambil, tim ekspedisi terbentuk, dan ketika akhir pekan datang menjelang, dengan penuh kegembiraan kami pun berangkat untuk mendaki.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgZG6jrFJgjQRnmf_GQTcEJYZKjO3JmmtWDrhqEtxV1Y8zSEK2r0Wucga6D_bxrDeUwZ1alkEtKmn3C5G_n56AJ93QwKwB_FvpE99gTQ-N5sTB93xSgTCJJLsGwm4mRqM7I8EEcRzozFSg/s1600/IMG-20180426-WA0000.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: justify;"><img border="0" data-original-height="874" data-original-width="1280" height="218" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgZG6jrFJgjQRnmf_GQTcEJYZKjO3JmmtWDrhqEtxV1Y8zSEK2r0Wucga6D_bxrDeUwZ1alkEtKmn3C5G_n56AJ93QwKwB_FvpE99gTQ-N5sTB93xSgTCJJLsGwm4mRqM7I8EEcRzozFSg/s320/IMG-20180426-WA0000.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Di tengah perjalanan, hujan turun dengan derasnya. Beberapa bagian dari Jalur pendakian berubah menjadi genangan air sehingga bertambah licin ketika ditapak. Perlu energi ekstra untuk melintasi jalur tersebut, apalagi dengan sekian belas kilogram ransel yang harus disandang di punggung. Energi kami pun terkuras dengan cepat, cuping hidung kami ikut kembang kempis akibat nafas yang tersengal. Melihat kondisi medan dan kondisi badan saat itu, akhirnya kami memutuskan untuk menggelar tenda di Pos Kandang badak dan melupakan niatan untuk menginap di Mandalawangi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Keesokan harinya, pagi-pagi buta, kami berangkat summit ke puncak Pangrango. Semua perbekalan ditinggal di dalam tenda. Masing-masing dari kami hanya membawa sebotol air mineral, beberapa bungkus kudapan, dan, tentu saja, ponsel serta kamera digital untuk mengabadikan momen di atas sana. Dengan beban bawaan yang minimalis tersebut, kaki kami terasa lebih ringan untuk diajak melangkah. Terlebih lagi, meskipun jalur pendakian masih terasa licin akibat guyuran hujan kemaren sore, kedua tangan yang telah terbebas dari kewajiban membawa perbekalan berat itu akhirnya bisa lebih leluasa untuk mencari pegangan demi monopang berat tubuh kami.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sekitar 2 jam waktu yang kami perlukan untuk menggapai puncak Pangrango. Waktu tempuh ini tergolong cepat, karena waktu normal yang biasa diperlukan untuk menempuh perjalanan dari kandang badak sampai puncak Pangrango berkisar antara 2,5 sampai 3 jam dengan ritme langkah pelan. Sampai di puncak, matahari sudah condong di atas cakrawala. Selesai istirahat barang sejenak sambil menyaksikan keindahan kawah Gunung Gede di kejauhan sana, kami melanjutkan perjalanan menuju destinasi utama kami, Lembah Kasih Mandalawangi, yang jaraknya hanya tinggal sepelemparan batu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sesampainya di Mandalawangi, saya mengajak kawan-kawan sependakian beringsut menuju lokasi favorit untuk menggelar lapak peristirahatan. Setiap kali berziarah ke Lembah kasih, saya selalu mengincar lokasi paling syahdu itu untuk duduk-duduk atau rebahan, lokasi yang kebetulan juga menjadi tempat kesayangan Hok-gie. Tempatnya cukup kentara dan mudah untuk dijangkau, sekitar sepuluhan meter dari jalan masuk menuju mata air, di sekitaran rumpun-rumpun Edelweiss yang menghadap langsung ke arah celah angin. Kalau cuaca sedang cerah, dari sana kita bisa melihat kemegahan Gunung Salak di kejauhan. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Istirahat belum jenak, penat pun belum juga hilang, tapi, Risma, salah seorang kawan sependakian, sudah mulai beraksi dengan gawai barunya. Melihat ulah Boru Simarmata itu, saya dan Rina kemudian terinspirasi untuk mengambil foto diantara Puspa Edelweiss dengan tulisan yang kami cuplik dari sajak Hok-gie yang menjadi favorit kami, Mandalawangi – Pangrango; </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
walaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna,</div>
<div style="text-align: justify;">
aku berbicara kepadamu tentang cinta dan keindahan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dan aku terima kau ke dalam keberadanmu</div>
<div style="text-align: justify;">
seperti kau terima daku,</div>
<div style="text-align: justify;">
//</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada.</div>
<div style="text-align: justify;">
Hutanmu adalah misteri segala</div>
<div style="text-align: justify;">
Cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saya masih ingat, awal perkenalan saya dengan sajak Hok-giee tersebut bersamaan dengan masa-masa awal kehidupan kemahasiswaan saya, sekitar medio tahun 2007 silam. Saat itu, selama masa OSPEK Fakultas, semua mahasiswa baru FHUI ditugaskan untuk membuat rangkuman tentang pemikiran Hok-gie dari Buku Catatan Seorang Demonstran dan Buku Pergulatan Intelektual Muda Melawan Tirani nya John Maxwell. Saya benci OSPEK, tapi khusus untuk fragmen tugas ini, saya harus menghaturkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada panitia. Tanpa intervensi mereka, mungkin saya membutuhkan waktu lebih lama untuk berkenalan dengan Hok-gie, dengan segala macam ide nya, dan dengan segala rupa sajaknya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sejak saat itulah, intensitas “pertemuan” saya dengan Hok-gie semakin meningkat, terutama setelah saya kembali mengakrabi gunung-gunung. Di mana-mana, Sosok Hok-gie selalu muncul di depan muka saya. Kadang ia menjelma lewat sablonan wajah atau ungkapan-ungkapan khas nya di atas kaos, kadang lewat lagu-lagu kesukaannya yang didendangkan, atau terkadang pula lewat ide-ide dan tulisan-tulisannya yang didiskusikan secara antusias, di dalam tenda-tenda, atau di sepanjang jalur pendakian. Hok-gie seolah menjelma menjadi sosok idola para pendaki.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sayangnya, penokohan Hok Gie tersebut membuat risih sebagian kalangan. Lewat pamflet-pamflet di jejaring sosial atau blog-blog pribadi, tidak sedikit orang yang berusaha mendekonstruksi sosok Hok-gie yang kadung terkenal sebagai salah satu idola para pendaki. Buat para pengkritiknya, dengan segala rupa dosa-dosa politik Hok-gie yang dengan entengnya meninggalkan medan perjuangan di Jakarta dan lebih memilih mengasingkan diri ke puncak-puncak gunung, sosok Hok-gie dianggap sebagai pengkhianat pergerakan dan jauh dari kata layak untuk dijadikan idola. Terlebih lagi, Hok-gie juga dianggap telah berdosa besar karena mengkampanyekan gerakan "anti politik" bagi para pemuda, dengan ajakan-ajakannya untuk Naik Gunung.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Memang harus diakui, Hok-gie bukan manusia sempurna, dan memang tidak ada manusia yang sempurna. Selain kontribusi besarnya dalam bidang akademis, pergerakan, dan pendakian gunung, banyak pula noktah-noktah hitam kelam dalam lembaran hidupnya yang tidak dapat dinafikkan. Tapi, justru karena ketidaksempurnaannya itulah Hok-gie masih relevan, dan akan tetap relevan, untuk dijadikan idola. Karena contoh semacam Hok-gie itu terlihat realistis, dekat, sehingga mudah untuk ditiru.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lagipula, mengidolakan seseorang sebagai tokoh panutan itu sah-sah saja. Yang berbahaya adalah mengidolakan seseorang dengan membabi buta. Di titik ini, saya menganggap segala macam kritikan untuk Hok-gie tersebut menjadi penting karena dapat dianggap sebagai peluit yang mampu menjaga kesadaran para pengagum Hok-gie agar tidak terjengkal dalam jurang fasisme akibat mengidolakan panutannya itu dengan membabi buta.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
***</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>--Catatan Sepulang Kantor, dari Stasiun Juanda sampai Pondok Cina (26/4/2018)</i></div>
Masdanhttp://www.blogger.com/profile/05302710136677969917noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1085015220275133547.post-36713655304285274632018-03-11T05:17:00.001-07:002019-10-17T20:03:52.033-07:00Pelatihan Pecinta Kucing<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Beberapa waktu berselang, jagat
Twitter sempat dihebohkan oleh cuitan dari seorang wartawan <i>cum</i> Selebtwit
papan atas mengenai kehidupan rekannya yang kebetulan juga memiliki profesi serupa.
Dalam cuitan itu, wartawan tersebut menuduh rekan seprofesinya telah melakukan pelecehan
seksual terhadap seorang perempuan. Padahal, rekan wartawan itu dikenal luas sebagai
seorang Feminis paripurna yang sangat getol mengecam segala bentuk perilaku diskriminatif terhadap perempuan.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Banyak Netizen akhirnya murka dan
ikut latah mengecam Selebtwit tersebut. Kecaman itu tidak juga mereda meskipun
si Tertuduh telah memberikan Klarifikasi. Bahkan, dalam derajat tertentu, kecaman –yang
kadang juga disertai umpatan– tersebut malah beranak pinak dan semakin menjadi.
Meningkatnya kecaman-kecaman ini sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari semakin
muaknya masyarakat terhadap segala macam perilaku hipokrit yang sudah kadung
menjamur sehingga menjadi fenomena umum dalam kehidupan sosial, yaitu melarang ini,
tapi malah dikerjakan sendiri. Atau, menyuruh itu, tapi tak pernah dikerjakan sekali
waktu. Hal ini seolah membenarkan tuduhan Mochtar Lubis dalam Pidato Kebudayaannya
pada medio Tahun 70-an silam, bahwa <b>sikap Hipokrit adalah salah satu Ciri dari
Masyarakat Indonesia</b>.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgDSX4wgteQf0GiUpOSUWaMZgLNOVm-hjalYU-2ztQzyRB3gPtf0lOogC8Pz7f6AbCR3bi0uT871ye5IGO11_P3uLmhS-fFOVMTTNpjZzw5g7tBaecTCV5PUnOX2kZI2cJUFhNw74WMCXU/s1600/jenis-kucing-anggora.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="470" data-original-width="750" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgDSX4wgteQf0GiUpOSUWaMZgLNOVm-hjalYU-2ztQzyRB3gPtf0lOogC8Pz7f6AbCR3bi0uT871ye5IGO11_P3uLmhS-fFOVMTTNpjZzw5g7tBaecTCV5PUnOX2kZI2cJUFhNw74WMCXU/s320/jenis-kucing-anggora.jpg" width="320" /></a></div>
Tak dinyana, Fenomena Hiprokrisi di atas kemudian menjelma secara nyata
di depan batang hidung saya. Saat itu, saya beserta beberapa puluh Kawan yang
lain tengah mengikuti Acara Orientasi untuk bergabung dalam sebuah Komunitas Pecinta
Kucing. Dalam acara tersebut, Panitia mengundang seorang Trainer “Kenamaan”
untuk memberikan semacam Pelatihan Dasar mengenai tetek-bengek Perkucingan.
Menurut Panitia, Pelatihan yang diberi Tajuk “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Soul of Communication</i>” tersebut bertujuan untuk memberikan bekal
kepada calon Anggota baru agar mereka dapat memahami Bahasa Kucing dan dapat
berkomunikasi secara intens dengan Para Kucing kesayangannya, sehingga, akan timbul sikap saling pengertian diantara keduanya.
Akibatnya, Calon Anggota Baru dan Para Kucingnya itu akan merasakan Kebahagiaan
Hakiki. Karena, Siapa sih yang tidak Merasa Bahagia kalau dimengerti? </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Apabila dilihat dari Tujuan yang ingin dicapai,
sebenarnya pelatihan tersebut memang sangat dibutuhkan oleh calon anggota baru.
Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, tujuan mulia yang diharapkan tersebut nyatanya malah dirusak dan akhirnya tertutupi oleh ungkapan-ungkapan ceroboh yang
tidak perlu dan cenderung negatif dari Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Bapak Trainer
Yang Mulia. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Misalnya saja, Bapak Trainer yang
Mulia itu seringkali menekankan pentingnya Sikap <i style="mso-bidi-font-style: normal;"><b>“Don’t Judge!”</b></i> alias jangan menghakimi Orang lain. Menurut beliau,
Orang yang Bahagia tidak akan Pernah Menghakimi. Karena Orang yang bahagia
selalu melihat sesuatu secara komprehensif, tidak hanya berdasarkan Pandangan
Mata yang parsial dan seringkali menipu. Untuk memperkuat argumentasinya itu, Bapak Trainer
Yang Terhormat menayangkan sebuah Video Pendek yang mempertontonkan sebuah Adegan
di mana Seorang Polisi tengah memergoki Pria Paruh Baya yang sedang memberikan Uang Kepada
Seorang Gadis Muda lewat Jendela Mobilnya yang terbuka. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Apabila seseorang hanya melihat
sebuah kejadian secara parsial lalu terburu-buru memberikan penilaian dan penghakiman,
Pria Paruh Baya dalam Video tersebut akan dianggap sedang bertransaksi <span style="mso-bidi-font-style: normal;">untuk mendapatkan balas jasa</span><i style="mso-bidi-font-style: normal;"> </i><b>"ena-ena"</b> dari Gadis Muda
yang diberinya uang. Padahal, apabila ditelusuri lebih jauh, ternyata Pria
Paruh Baya tersebut merupakan Ayah Kandung si gadis dan sedang menyuruh
anak gadisnya itu untuk membelikan makanan/minuman di minimarket Pinggir jalan.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Memang Harus diakui, pesan yang
ingin disampaikan oleh Bapak Trainer yang Terhormat lewat medium Video di atas
tentu saja sangat mulia. Hanya saja, tindakan yang dilakukan dan ungkapan yang
disampaikan setelahnya ternyata sangat bertentangan dengan Pesan yang telah ia
sampaikan beberapa waktu sebelumnya. Misalnya saja, dalam sebuah kesempatan, tanpa
<i>ba bi bu</i> terlebih dahulu, Bapak Trainer yang Terhormat itu langsung saja menuduh
salah seorang Kawan Kami tengah bermain Ponsel, lalu memintanya untuk
menghentikan permainannya itu. Karena merasa tidak bersalah, sontak kawan kami
langsung memberikan klarifikasi bahwa ia tidak sedang memegang Ponsel, tapi
sedang memegang Gelas berisi Air Mineral. Dan, kenyataannya memang ia sedang
meremas Gelas Plastiknya itu. Setelah mendengar Penjelasan tersebut, alih-alih
menyampaikan Permintaan Maaf karena dengan semena-mena telah menuduh dan
menghakimi kawan kami, Bapak Trainer yang terhormat itu malah berkelit dan
kemudian berkata bahwa dalam pandangan matanya, gestur kawan saya tadi
terlihat sedang bermain Ponsel. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Don’t
Judge, huh?</i> </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Di lain kesempatan, ketika Bapak
Trainer yang terhormat itu sedang menyampaikan pesan mengenai pentingnya
menjaga Lisan dan kata-kata, Beliau memberikan contoh dengan Membelejeti
Kehidupan Personal dan –sekali lagi, melakukan penghakiman terhadap seseorang.
Kali ini korbannya adalah Rossa, Bams Samson dan Ariel Noah. Lebih lanjut, menurut
Bapak Trainer yang Terhormat itu, Hancurnya Rumah tangga Rossa, Buruknya
Kehidupan Asmara Bams Samson, dan Rapuhnya Kisah Percintaan Ariel Noah
merupakan akibat secara langsung dari Lagu-Lagu yang sering mereka nyanyikan,
yang kebetulan menjadi sebuah doa dan dikabulkan oleh Tuhan. Seperti Rossa
dengan Lagu Pudar nya, Bams dengan Naluri Lelaki nya, atau Ariel Noah dengan
Menunggumu nya. Meskipun harus diakui bahwa Pesan yang ingin beliau sampaikan
memang sangat bagus, hanya saja, penghakimannya terhadap beberapa orang di
depan Forum Resmi hanya untuk menguatkan argumentasinya itu, buat saya sangatlah
keterlaluan. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Selain ungkapan-ungkapannya yang
cenderung kontradiktif atau bertentangan satu sama lain seperti contoh di atas,
ada tiga hal lain yang sempat diutarakan oleh Bapak Trainer yang menurut saya
sangat berbahaya. <b>Pertama,</b> Pandangan Misoginisnya yang Menyamakan Perempuan dengan
pilihan busana agak terbuka seperti Seekor Monyet. Menurut beliau, Monyet dan
Manusia memiliki Tubuh dan Aurat yang sama. Bedanya, monyet suka memperlihatkan secara
detail tubuhnya yang terbuka, mulai dari Bokong sampai Dada. Sehingga, ketika
ada Manusia, terutama Perempuan, yang memperlihatkan bagian tubuhnya, berarti perempuan
tersebut mirip Monyet. Kita boleh saja tidak sependapat dengan Gaya Berbusana
Perempuan yang cenderung Terbuka, tapi ketika Perempuan dengan Pilihan Busana
seperti itu disamakan dengan Monyet, saya rasa kita akan sepakat bahwa tindakan
itu sudah sangat keterlaluan.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b>Kedua,</b> masih terkait monyet yang
tidak berbusana, Bapak Trainer yang Terhormat juga mengaitkannya dengan
penduduk asli Papua yang masih berbusana <i>a la</i> kadarnya dan cenderung terbuka.
Ungkapan tersebut sama sekali tidak patut dan dapat menimbulkan prasangka antar anak
bangsa yang, bisa saja, pada akhirnya dapat menyulut konflik horizontal.
Terlebih lagi, Bapak Trainer juga sempat berseloroh bahwa apabila dadanya
dibelah, ada Garuda Pancasila yang tertanam di sana. Ungkapan ini beliau
sampaikan untuk menunjukkan bahwa Beliau memiliki Jiwa Nasionalis yang mendalam. Akan tetapi, dengan ungkapan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Offside</i>
nya tentang Monyet dan Orang Papua di atas, beliau secara nyata telah
merubuhkan klaim Nasionalisme dalam dirinya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b>Ketiga</b> –dan ini sebenarnya yang
melatarbelakangi semua tindak tanduk beserta ucapan dan ungkapan yang menyertainya,
adalah bahwa dari awal sampai akhir Pelatihan, sebenarnya Bapak Trainer yang
Terhormat tengah merekonstruksi sebuah Ide yang sebenarnya sudah Usang, yaitu
ide mengenai hubungan subordinatif (relasi yang timpang) antara laki-laki dan
perempuan (juga antara Narasumber dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Audience</i>),
di mana lelaki (juga Narasumber) lebih berkuasa dan mendominasi, sedangkan
perempuan (juga <i style="mso-bidi-font-style: normal;">audience</i>) berada di
bawah kuasanya. Ide ini secara implisit disampaikan secara berulang-ulang
melalui simbol-simbol verbal yang ia utarakan. Tujuannya untuk apa? menurut
saya, promosi ide-ide yang disampaikan Bapak Trainer yang Terhormat tersebut
bertujuan untuk menciptakan Hegemoni, seperti yang dirumuskan oleh Gramsci –dan
disempurnakan oleh Laclau dan Mouffe. Sehingga, Kelas yang mendominasi, dalam
hal ini Laki-Laki, dan lebih spesifik lagi adalah Bapak Trainer yang Terhormat
sebagai Narasumber, dapat menguasai <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Audience</i>
nya dan dapat memerintah mereka dengan bebas. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Contoh nyata yang dapat
diperlihatkan terkait Poin Ketiga di atas antara lain; Perintah beliau kepada
salah satu Kawan kami untuk menuangkan air mineral di gelasnya, Konflik beliau dengan
Istrinya yang akhirnya diselesaikan dengan perintahnya kepada sang istri untuk meminta maaf kepadanya –kenapa
bukan Bapak Trainer yang Terhormat itu sendiri yang meminta maaf?, serta
ungkapannya di awal acara ketika mengenalkan dayang-dayang cantik yang
menyertainya.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Akan tetapi, Meskipun ada banyak
hal yang tidak patut –dan bahkan berbahaya, dari Ungkapan Bapak Trainer yang
terhormat itu, harus tetap diakui masih ada beberapa hal positif yang dapat
diambil dari Beliau. Yang Paling penting dan utama adalah, bahwa beliau dapat
mempersatukan kami dalam satu kesatuan yang utuh. Dalam kajian Politik Tradisional,
kuatnya Persatuan sebuah Kelompok dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal. Dari Faktor internal, hal yang berpengaruh antara lain adalah Ide yang
sama dan tujuan yang sama. Sedangkan dari faktor eksternal, Persatuan sebuah
Kelompok dapat diperkuat dengan adanya Musuh Bersama, dan untuk faktor
penguat yang terakhir ini, kredit besar harus diberikan kepada Bapak Trainer
yang terhormat.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Terakhir, masih menurut Gramsci,
Struktur Hegemoni akan terbentuk secara sempurna apabila tidak ada lagi oposisi
yang berani melontarkan kritik terhadap struktur tersebut. Masalahnya, belum
ada yang berani mengajukan kritik konstruktif secara langsung terhadap Struktur
Hegemoni yang sudah dibangun oleh Bapak Trainer yang terhormat itu, sehingga
Hegemoni yang sudah dibangun akan berlangsung terus menerus entah sampai kapan.
Namun, dengan masukan dan penolakan kami yang sudah kami tuliskan di atas Borang
evaluasi acara yang dibagikan panitia, semoga saja masukan tersebut dapat
menjadi kritik yang konstruktif untuk mendekonstruksi Struktur Hegemoni yang diciptakan Bapak Trainer yang terhormat tersebut. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Wallahu a’lam.</i><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></div>
<br />
***<br />
Foto diambil dari http://www.cindarkucing.comMasdanhttp://www.blogger.com/profile/05302710136677969917noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1085015220275133547.post-16264504018057906472018-03-03T20:37:00.000-08:002018-03-03T20:39:15.489-08:00Masdan Resmi Berseragam PS Keraton<div style="text-align: justify;">
Jakarta, Radar Keraton -- Persatuan Sepakbola Keraton atau PS Keraton akhirnya berhasil memboyong Gelandang Serang Timnas Nganjukjokarto Hadiningrat, Masdan, dari Persatuan Sepakbola Perekonomian alias Perselakor, pada Jum'at (2/3). Seperti yang dikutip dari Laman Resmi PS Keraton, Pihak The Crown (Julukan PS Keraton) harus menggelontorkan dana hingga 36 juta Keteng atau setara Rp 540 Milyar untuk mendapatkan tanda tangan Masdan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjg8Ytko0p2gqritCDCI7biPkEAN8nbpsnJqpDbGa-gb3aD6ddXnlP-iMJU3dPfbw8HT033qs5u4Zo2_eJGWpOvKeLfKug0-6HWd0aKM4N-ODaCZXtU-jSbOppCvOkrKW98fYqMVKcEubo/s1600/IMG_20180303_182550.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1043" data-original-width="1600" height="208" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjg8Ytko0p2gqritCDCI7biPkEAN8nbpsnJqpDbGa-gb3aD6ddXnlP-iMJU3dPfbw8HT033qs5u4Zo2_eJGWpOvKeLfKug0-6HWd0aKM4N-ODaCZXtU-jSbOppCvOkrKW98fYqMVKcEubo/s320/IMG_20180303_182550.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan besaran Dana Tersebut, Masdan berhasil mencatatkan dirinya menjadi Pemain termahal yang pernah dibeli PS Keraton. Sebelumnya, rekor pembelian termahal klub asal Gambir itu adalah ketika mendatangkan Penyerang Sebastian Joko dari Surakarta United seharga 30 juta keteng pada musim 2014/2015.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kepada Reporter Radar Keraton, Direktur olahraga Perselakor, Martin Riadi menyampaikan harapannya untuk kesuksesan Masdan bersama PS Keraton.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Kami akan selalu mengingat cerita Masdan ketika mengenakan Jersey Perselakor selama lebih dari empat Musim. Kami juga berharap Masdan punya masa depan bagus bersama PS Keraton," ujar Martin Riadi. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Seminggu Sebelumnya, Masdan sempat digadang-gadang akan berlabuh di PS Pengayoman. Bahkan, seperti yang dikabarkan oleh Harian La Gazzetta Telo Dele Kacang, Masdan telah melakulan Tes Medis di Markas Kesebelasan Asal Kuningan tersebut dan tinggal menandatangi Kontrak. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Terkait dengan saga transfer Masdan ini, Natasha Setiana, Agen dari Masdan, membenarkan adanya ketertarikan dari PS Pengayoman. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Iya, PS Pengayoman sangat intens melakukan penjajagan kepada Klien Kami. Hanya saja, tawaran dari PS Keraton menjelang penutupan Jendela Transfer ternyata jauh lebih memikat." Ujar Setiana. (mdn) </div>
Masdanhttp://www.blogger.com/profile/05302710136677969917noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1085015220275133547.post-17263989407220748092018-01-28T01:03:00.000-08:002018-03-10T01:04:07.869-08:00Mimpi dan Prediksi"Wah, laki-laki, ini", kata Gus Nuril seusai merapalkan doa dan mengusap Perut Isteri saya.<br />
<br />
Saya langsung tergelak.<br />
<br />
"Taruhan, ya!", tegasnya, sambil tertawa.<br />
<br />
"Taruhan Bagaimana, Gus?"<br />
<br />
"Setelah lahiran nanti, kalau bayinya betulan Laki-Laki, Sampeyan Kasih saya Sarung. Tapi Kalau bayinya Perempuan, saya yang kasih Sampeyan Sarung. Gimana?", ungkapnya setengah bercanda.<br />
<br />
Entah kebetulan atau tidak, malam harinya, sebelum bertemu dengan Gus Nuril, saya sempat bermimpi melihat hasil USG 4D kandungan Isteri saya.<br />
<br />
Saat itu, Saya melihat sosok wajah bayi dengan rambut belah pinggir yang cukup lebat. Meskipun tidak sempat melihat bagian genital nya, entah kenapa, saya merasa begitu Yakin bahwa Bayi tersebut berjenis kelamin laki-laki.<br />
<br />
Rasa yakin ini mirip dengan keyakinan saya dua tahun lalu sewaktu Isteri saya tengah mengandung Jabang Bayi Nuri. Dari awal proses kehamilan, sudah tertanam keyakinan dari dalam diri saya bahwa bayi yang sedang berada dalam buaian Rina saat itu adalah Bayi Perempuan. Dan, keyakinan saya tersebut ada akhirnya memang terbukti pada saat berakhirnya Proses Persalinan.<br />
<br />
Melihat saya terpaku di hadapannya, Gus Nuril kembali berujar, "Nggak Percaya? Ini hasil USG-K, lho. Kalau hasil USG masih bisa keliru, USG-K ndak pernah salah. Hahaha".<br />
<br />
Saya ikut tertawa.<br />
<br />
Entah apa yang beliau maksud dengan istilah USG-K itu. Bisa jadi USG-Kyai, atau mungkin pula USG-KiraKira. Apapun itu, Saya tidak terlalu ambil pusing. Tepat atau Tidak, saya hanya berdoa, semoga Rina dan Kandungannya Selalu Sehat, sampai tiba waktu persalinan nanti.<br />
<br />
...<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjhZV2cba22_BmALbmamnv3awlXloCfyZLxXEx7LyH2Ph8BGpiv67Bl2vxi2CV9e0GFHi9Y65eZFzhQD2FhcPDqmj3ZndWgMUl97kzyrFhKcXh-STSR7h40UscXwhxBDJYU_j0E7_Z6FGA/s1600/IMG_20180128_085024.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1000" data-original-width="1600" height="250" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjhZV2cba22_BmALbmamnv3awlXloCfyZLxXEx7LyH2Ph8BGpiv67Bl2vxi2CV9e0GFHi9Y65eZFzhQD2FhcPDqmj3ZndWgMUl97kzyrFhKcXh-STSR7h40UscXwhxBDJYU_j0E7_Z6FGA/s400/IMG_20180128_085024.jpg" width="400" /></a></div>
<br />Masdanhttp://www.blogger.com/profile/05302710136677969917noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1085015220275133547.post-10284045324330965692018-01-11T22:40:00.000-08:002018-01-15T22:44:25.233-08:00Terancam Terlantar, Pasangan Backpacker Danau Toba ini dipungut oleh Keluarga Purba<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><b>DOLOK SANGGUL, Radar Humbahas -</b> Kenekatan Pasangan Suami Istri dari Jakarta, Masdan dan Rina, untuk berwisata ke Danau Toba dengan modal cekak, hampir menjeremuskan keduanya menjadi Gelandangan. Beruntung, Pasangan yang baru menikah dua tahun lalu itu ditemukan secara tidak sengaja oleh Keluarga Purba di Bandara Si</span><span class="text_exposed_show" style="background-color: white; color: #1d2129; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;">langit, Jumat pekan lalu (5/1/2018).</span></div>
<span class="text_exposed_show" style="background-color: white; display: inline;"><div style="text-align: justify;">
<span style="color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><br /></span></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Kepada Reporter Radar Humbahas, Suami Isteri tersebut mengaku bahwa mereka memang kurang mempersiapkan diri saat memutuskan untuk pergi ke Danau Toba. Menurut Mereka, info yang sudah mereka kumpulkan banyak yang kurang tepat. Sehingga, Perencanaan anggaran perjalanan juga meleset.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
"Iya, kami kebingungan sewaktu sampai di Silangit, tidak ada angkutan umum yang bisa mengantar kami ke Parapat. Hanya ada Sewa Mobil, tapi ongkosnya di luar Kemampuan kami", kata Masdan.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Untung saja, ekspresi kebingungan Pasangan Suami Istri itu dapat ditangkap oleh Sandoro Purba, Penumpang Pesawat rute Jakarta-Silangit yang baru turun dan keluar dari Bandara. Setelah berkenalan dan berbincang-bincang sejenak, Sandoro pun mengajak mereka menginap di Rumahnya, sambil dijanjikan untuk diantar mencari angkutan Umum menuju Parapat pada keesokan harinya.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgRFXl2ENMs5i6nSttkqp5isO7_T9kxPZTKYGPtfennPceXk-uILXpB5cNxhAM_0is6GnHOowfhpg9CloAt6XUhw1qEPt1nUTDbTWSLfThDC8I1bXO6s4F6b9WHMDZk-x9NX0iB-r4VYk0/s1600/26678611_10211684602254952_9049220651738239830_o.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="960" data-original-width="1440" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgRFXl2ENMs5i6nSttkqp5isO7_T9kxPZTKYGPtfennPceXk-uILXpB5cNxhAM_0is6GnHOowfhpg9CloAt6XUhw1qEPt1nUTDbTWSLfThDC8I1bXO6s4F6b9WHMDZk-x9NX0iB-r4VYk0/s320/26678611_10211684602254952_9049220651738239830_o.jpg" width="320" /></a>"Saya melihat ada Pasangan yang mondar-mondir di depan pintu kedatangan sambil menggendong tas ransel besar. Terlihat mereka sedang kebingungan, makanya saya coba hampiri mereka. Dan benar saja, mereka mengakui kalau mereka kekurangan ongkos", ujar Sandoro saat diwawancarai oleh Reporter Radar Humbahas.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Saat Ditemui secara Terpisah, Kepala Badan Otokritik Danau Toba, Netizen al Kamil, menyatakan bahwa Fenomena Terlantarnya Wisatawan Danau Toba di Bandara Silangit tersebut murni diakibatkan oleh kesalahan pasangan suami istri itu sendiri. Tidak ada kaitannya dengan Badan Otokritik Danau Toba.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
"Kalau memang Kantongnya Tipis, ya jangan Nekat Liburan ke Danau Toba. Nanti bisa terlantar seperti Kedua Wisatawan itu. Harusnya mereka lebih bijak dalam menentukan tujuan Berlibur. Coba ke Thailand atau Singapura, misalnya. Harga Tiket Pesawatnya Murah dan Sistem Transportasi Publiknya juga lebih gampang untuk diakses", kata Netizen. (msdn/rn)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span></span>Masdanhttp://www.blogger.com/profile/05302710136677969917noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1085015220275133547.post-52664552756825299792017-11-12T00:50:00.000-08:002018-03-10T00:56:59.421-08:00Melepas Nuri“… Ketika putra orang itu meninggal dunia, ia sama sekali tidak bersedih, bahkan tak ada seserpih perubahan pun pada air mukanya. Ia menggendong bungkusan jenazah anaknya kekuburan, dan berpidato, ”Tuhan, maafkan aku dan keluargaku yang Kau nilai tidak mampu membawa anak ini kepada-Mu, hingga Engkau sendiri langsung turun tangan mengambilnya…” ̶ ̶ ̶ lantas dikuburkan, dan ia tersenyum."<br />
<br />
Sosok Laki-laki yang digambarkan oleh Emha dalam tulisan di atas, tentu saja, tidak dapat dinisbatkan pada diri saya. Malam itu, ketika tubuh Nuri masuk dalam liang pekuburan dan pelan-pelan mulai menghilang dari pandangan, saya merasa, jangankan untuk tersenyum, untuk menahan gejolak perasaan agar air mata tidak sempat tumpah itu pun terasa begitu sulitnya. Mungkin, saat itu kondisi saya ibarat seorang bocah yang merengek-rengek minta dibelikan mainan. Setelah menunggu sekian lama, akhirnya mainan yang diidam-idamkan bocah itu sampai juga di genggaman tangannya. Kemana saja ia pergi, mainan itu tak pernah luput ia bawa. Sampai suatu ketika, mainan yang begitu ia sayangi dengan sepenuh hati itu hilang entah kemana. Bocah kecil itu, tanpa dapat ditahan lagi, menangis histeris.<br />
<br />
Bagi orang yang tidak pernah merasakan kehilangan dalam hidupnya, mungkin saja apa yang dialami oleh bocah kecil itu dianggap terlalu berlebihan. Kata mereka, Mainan yang hilang bisa dicari. Atau, kalau seandainya mainan tersebut tidak pernah bisa ditemukan kembali, masih ada mainan-mainan lain yang bisa digunakan sebagai pengganti. Tapi, kenyataannya tidak sesederhana itu. Mainan yang hilang memang dapat diganti. Tapi, ikatan perasaan antara si Bocah kecil dengan mainan kesayangannya itulah yang tidak akan pernah bisa tergantikan oleh apapun. Ikatan itu tumbuh seiring dan sejalan dengan titian waktu yang sempat dilalui oleh Si Bocah dengan Mainannya. Dan, semakin lama waktu yang dilalui bersama, ikatan yang terbentuk itupun akan bertambah semakin kuat dan erat.<br />
<br />
Tetapi, Ironisnya, semakin kuat dan erat ikatan yang terbentuk, semakin sakit dan perih pula luka yang ditimbulkan akibat lepasnya ikatan tersebut. Sehingga, sekuat apapun dan setegar apapun seseorang, ketika rasa sakit dan perih yang ia rasakan sudah berada jauh diluar kuasanya, menangis adalah salah satu jalan keluar untuk sedikit melampiaskan dan mengurangi rasa sakit itu. Dan, hal inilah yang tengah dilakukan si bocah kecil itu.<br />
<br />
Semoga Allah selalu mengasihimu di alam Kubur sana, Nduk.Masdanhttp://www.blogger.com/profile/05302710136677969917noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1085015220275133547.post-82036533547428171652017-02-25T21:38:00.000-08:002017-06-18T21:39:47.887-07:00Pengantar Menuju Dunia Nuri<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;">Entah sejak kapan mulanya, yang jelas, sampai saat ini pun bapak masih saja kesulitan untuk memberi jawaban setiap kali ditanya ihwal masa-masa awal ketika Bapak baru dilahirkan di dunia. Kadang, bapak harus bertanya terlebih dahulu kepada mbah Uti dan mbah kung kamu, atau, terkadang pula Bapak harus membuka-buka Album foto lama sekadar untuk mengingat kembali kronik k</span><span class="text_exposed_show" style="background-color: white; color: #1d2129; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;">ehidupan masa lalu bapak agar bapak bisa memberikan sedikit respon terhadap pertanyaan itu.</span></div>
<span class="text_exposed_show" style="background-color: white; display: inline;"><div style="text-align: justify;">
<span style="color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><br /></span></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Ingatan bapak memang payah, terutama ingatan-ingatan tentang periode awal kehidupan bapak semasa bapak masih bayi. Akibatnya, Bapak hanya memiliki sedikit sekali kenangan terkait fragmen-fragmen kehidupan Bapak pada masa itu. Jangankan ingatan tentang bagaimana ekspresi wajah mbah uti kamu ketika harus mengganti popok bapak atau kenangan tentang bagaimana cara mbah uti memaksa bapak agar bapak mau dimandikan, ingatan tentang rupa dukun pijat yang biasa memijat bapak sewaktu bapak masih bayi itu pun sudah menghilang ditelan waktu.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Tapi, kamu harus tahu, masalah ini tidak hanya menimpa Bapak seorang. Kata teman Bapak, sebagian besar manusia memang hanya mampu mengingat kenangan masa kecil yang mereka alami mulai usia 3 Tahun.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Barangkali kamu akan bertanya, "Lalu, kenangan yang terbentuk sejak usia 0 sampai sebelum 3 tahun itu kemana, Bapak? Sampai-sampai banyak orang yang sebegitu sulitnya mengingat segala macam peristiwa yang terjadi pada periode itu"</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Ada yang bilang, Otak Bayi itu ibarat Saringan Santan dengan banyak lubang berukuran besar. Sedangkan memori seperti hal nya kelapa parut yang tengah diperas. Sehingga, dengan kondisi saringan seperti itu, sebagian besar dari kelapa parut yang disaring akan tetap lolos dari saringan, dan hanya sedikit saja yang akan tertinggal.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Namun, seiring berjalannya waktu, ketika manusia mulai tumbuh semakin besar, semakin dewasa, lubang saringan tersebut juga akan mulai mengecil, mengecil dan terus mengecil, sehingga memori yang terbentuk akan mudah tersaring dan banyak pula yang tertinggal. Seperti ampas kelapa yang akan tersisa lebih banyak ketika kita memeras santan menggunakan saringan dengan lubang-lubang berukuran kecil.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Karena itu, nduk, Menulis buku ini, bagi bapak, adalah salah satu upaya atau ikhtiar untuk merawat ingatan; Ingatan Bapak, Ingatan Ibuk, dan tentunya juga ingatan Kamu. Ada banyak hal, ada sekian laksa kejadian, ada sekian milyun kenangan tentang kamu, yang menurut bapak begitu sayang kalau hanya terkubur pelan-pelan oleh waktu. Kenangan-kenangan itu, ingatan-ingatan itu, harus terus mengada untuk menemani proses tumbuh kembang kamu menjadi Manusia yang sebenar-benarnya Manusia.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Lebih daripada itu, buku ini bapak tulis sebagai kado ulang tahun kamu yang pertama. Bukan tanpa sebab, karena Angka 1 (satu) atau urutan pertama, bagi bapak, selalu memiliki nilai yang sangat spesial. Perjalanan panjang ribuan langkah, selalu dimulai dari langkah pertama. Kehidupan manusia yang akan membentang selama sekian belas atau sekian puluh tahun, juga bermula dari tahun pertama.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Pada setiap hal yang pertama itulah kamu akan berpijak untuk mengambil ancang-ancang mengarungi hidup. Dan buku ini, dengan segala rupa dan segala warna cerita kamu semasa bayi, semoga dapat menjadi salah satu dasar pijakan yang kuat untuk kamu dalam meniti waktu.</div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Salam Sayang,</div>
</span><span style="color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;"><div style="text-align: justify;">
Bapak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj0BeMwLS9k79vTGj45aYYglI6uzh88Jmd750eCVC09gWxggDHHiMQ3JHtPdpIK_QQ76GlJnVRbToiOqB6-YUdSH-lBcOwlApGIeqRjIgx8cv_Cam2ovErOgc7q6P9rs3QA-58I18TVFSU/s1600/16826227_10209136445352622_5419637321782270032_o.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="913" data-original-width="1440" height="252" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj0BeMwLS9k79vTGj45aYYglI6uzh88Jmd750eCVC09gWxggDHHiMQ3JHtPdpIK_QQ76GlJnVRbToiOqB6-YUdSH-lBcOwlApGIeqRjIgx8cv_Cam2ovErOgc7q6P9rs3QA-58I18TVFSU/s400/16826227_10209136445352622_5419637321782270032_o.jpg" width="400" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</span></span>Masdanhttp://www.blogger.com/profile/05302710136677969917noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1085015220275133547.post-2102276470138870102017-02-13T23:25:00.002-08:002017-06-18T21:37:51.179-07:00Nuri dan Cahaya Lilin<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; text-align: justify;">
Dulu, Kami harus menghabiskan waktu lumayan lama untuk bertengkar dan berdiskusi terlebih dahulu sebelum akhirnya tercapai kata sepakat ihwal Nama untuk Anak Perempuan kami. Saya bersikukuh, apapun nama yang dipilih nantinya, yang jelas nama tersebut harus disusun berdasarkan dua unsur alam ini: Air dan Cahaya.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Saya memang terobsesi dengan kedua unsur tersebut. Air, bagi saya, adalah unsur yang hidup dan menghidupi, sehingga, ia selalu dipakai sebagai perlambang Kehidupan. Sedangkan Cahaya, sebagai lawan dari Kegelapan, sering diidentifikasikan sebagai Sebuah petunjuk atau Tanda Kebenaran.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Berpijak dari dasar itu, saya pun mengusulkan nama Nurindraduhita sebagai nama Putri kami. Nama Nurindraduhita sendiri berasal dari kata Nur yang bermakna cahaya, dan Duhita yang berarti Putri. Sedangkan nama Panggilannya? Tak jauh-jauh juga dari istilah Cahaya, yaitu Nuri, yang bermakna Cahayaku.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Istri saya, entah dengan pertimbangan apa, kemudian mengusulkan nama Keshwari. Nama ini, dengan segala rupa Plesetannya seperti Engkesh, Kesh, atau Keshi, pada akhirnya dipakai juga oleh teman-teman sekantor untuk memanggil Si Jabang Bayi, dan, terkadang pula, untuk memanggil saya, Papa Keshi. Cih!</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Meskipun kami berbeda pendapat perihal penggunaan unsur Cahaya untuk Nama putri kami hingga muncul dua kosakata Nurindraduhita dan Keshwari yang harus diakomodir secara bersamaan, untungnya, dengan proses diskusi yang cukup singkat, pada akhirnya, kami bisa seiya sekata untuk memakai unsur Air sebagai salah satu kata yang membentuk nama bayi Perempuan yang saat itu masih berada dalam buaian istri Saya.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Setelah sibuk membuka-buka buku dan bertanya kepada beberapa orang, Kami berdua akhirnya sepakat untuk menggunakan kata Marin, yang artinya Laut. Laut adalah Istilah sederhana untuk menyebut sekelompok besar air yang terkumpul dan menyatu pada waktu dan lokasi tertentu. Kebetulan pula, kata Marin sendiri juga mewakili suku kata awal dari nama saya dan istri saya, (Ma)syhari dan (Rin)a.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Mungkin, karena nama yang disandangnya itu, Nuri selalu menunjukkan antusiasme yang tinggi setiap kali berinteraksi dengan Air. Sewaktu baru lahir sampai dengan Sekarang pun, tak pernah satu kalipun ia merengek atau menangis ketika dimandikan oleh ibuk atau Mbah Putrinya. Ia begitu bahagia ketika badan mungilnya dicelupkan ke dalam bak warna merah muda yang sering ia gunakan untuk mandi. Kadang ia tertawa sambil memperlihatkan gusinya yang masih gundul itu, atau, tak jarang pula ia berteriak riang sambil mencakar-cakar tangan Ibuk atau Mbak Putri yang tengah memandikannya.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Kemaren juga, ketika Istri saya membelikan Kue ulang tahun dengan lilin-lilin kecil yang menyala di atasnya, Nuri begitu asik memandangi kerlip cahaya api itu sampai matanya tidak mau berkedip sedetikpun. Bahkan, saking asiknya, nuri tidak mengindahkan panggilan saya, meskipun saat itu ia sedang duduk di atas pangkuan Bapaknya ini. Yah, Apa boleh buat, Cahaya dari nyala lilin ternyata memang lebih menarik perhatiannya.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Dari hal kecil itu, Saya kemudian bisa menyadari kenapa setiap kali diajak jalan-jalan Nuri selalu memberikan perhatian lebih kepada cahaya lampu yang dilihatnya. Ya, Nuri begitu menyukai Cahaya, seperti namanya, Nur.<br />
<span style="background-color: transparent;"><br /></span>
<span style="background-color: transparent;">Saya jadi berfikir, melihat Nuri yang begitu asik dengan Lilin Ulang Tahun itu, bisa saja saat itu Nuri tengah bergumam dalam hati nya, "Bapak Kenapa Tidak Ulang Tahun setiap hari saja sih? Supaya Nuri Bisa terus menerus melihat Cahaya dari Nyala lilin di atas Kue Bapak."</span><br />
<span style="background-color: transparent;"><br /></span>
<span style="background-color: transparent;">Ealah, Nduk!</span></div>
Masdanhttp://www.blogger.com/profile/05302710136677969917noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1085015220275133547.post-12583351459873751842017-02-13T23:23:00.001-08:002017-06-18T21:38:43.143-07:00Nuri dan Jalan-Jalan<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; text-align: justify;">
Setiap kali Nuri mulai merasakan kebosanan akut karena sudah terlalu lama rebahan di kasur, ia akan meneriakkan kode-kode tertentu supaya Bapak atau Ibuknya mau mengangkat dan menggendong tubuh mungilnya itu.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Tapi, tak hanya sekadar digendong, ia juga memaksa agar siapapun yang menggendongnya mau mengajaknya berjalan-jalan di sekitar rumah.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Nuri memang senang sekali diajak jalan-jalan. Mungkin, dengan jalan-jalan keluar rumah itu, ia bisa leluasa melihat dunia dengan mata kepalanya sendiri. Bagi Nuri, Dunia luar seolah merupakan keajaiban yang tak ada habisnya untuk dikagumi. Karenanya, alih-alih menangis atau merengek-rengek, setiap kali diajak bepergian keluar, ia selalu tertawa-tawa atau berdiam diri dengan sorot mata yang menggambarkan kekaguman terhadap segala rupa dunia yang ada di sekelilingnya.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Terkait kelakuan nuri ini, dengan setengah bercanda Ibuk nya selalu bilang, "Gimana Nuri nggak suka jalan-jalan, lawong sejak dalam kandungan saja dia sudah diajak wira-wiri bahkan sampai harus naik turun gunung."</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Barangkali ibuknya benar. Saya masih ingat betul. Pada akhir Januari Tahun 2016 lalu, pagi-pagi sekali, setelah keluar dari kamar mandi, dengan serta merta ibuk nya Nuri menyodorkan sesuatu ke arah saya.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
"Coba Lihat, mas!", Katanya pendek.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Tak sabar, segera saya ambil benda yang ia sodorkan itu. Ternyata alat tes kehamilan berbentuk lempeng panjang. Ada dua garis yang terlihat di sana.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
"Positif!", Gumam saya waktu itu.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Raut keterkejutan tentu saja tidak bisa disembunyikan dari wajah kami berdua. Tapi, yang jelas, kami sangat bahagia.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Setelah mengetahui hasil tes kehamilan itu, kami tidak langsung pergi ke Dokter atau Bidan untuk melakukan validasi apakah hasil tes sederhana tersebut tepat, tapi kami lebih memilih untuk pergi ke Curug Leuwihejo, bersama jabang bayi yang baru kami ketahui keberadaannya di Kandungan beberapa menit sebelumnya.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Sepertinya, pengalaman Nuri yang terus menerus diajak jalan dan jalan-jalan selama di kandungan begitu membekas dalam dirinya. Pengalaman itu pada akhirnya menjadi semacam kebiasaan yang turut dibawanya bahkan setelah ia lahir ke dunia.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Saya sangat bersyukur melihat kondisi Nuri saat ini yang begitu senang ketika diajak jalan-jalan. Karena seperti membaca buku, jalan-jalan bisa membuka dan memperkaya pikiran.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Kelak, setelah Nuri bisa melangkah dengan kakinya sendiri, kegemarannya berjalan-jalan, ditambah dengan kesukaannya membaca buku, akan membentuknya menjadi manusia yang bisa berfikir terbuka. Karena setiap kali ia melangkahkan kaki, ia akan bertemu dengan banyak manusia-manusia lain dengan ide dan pemikiran yang beraneka ragam. Ia akan dibuat terpesona, dan ia akan belajar dari mereka.</div>
Masdanhttp://www.blogger.com/profile/05302710136677969917noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1085015220275133547.post-74604423730963243262016-12-14T22:38:00.000-08:002018-01-15T22:39:24.892-08:00NURI untuk NU dan RI<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px;">
Tadi pagi Mbah Uti sempat Protes, Kenapa Cucu Kesayangannya itu dipanggil dengan nama Nuri, bukan dengan nama panggilan yang lain.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
"Marin atau Keshwari kan jauh lebih Bagus", katanya lagi.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Awalnya saya mau menyanggah ucapan Beliau dengan argumen panjang kali lebar kali tinggi. Tapi saya kemudian berpikir, selain kurang sopan, tidak ada gunanya pula membantah orang yang memiliki Fanatisme Buta terhadap apapun, termasuk fanatisme buta terhadap Pilihan Nama.</div>
<div class="text_exposed_show" style="background-color: white; color: #1d2129; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;">
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 6px;">
Akhirnya, Saya hanya bisa tersenyum sambil menjawab sekenanya, "Nuri itu Gabungan dari NU dan RI, Buk. NU untuk Nahdlatul Ulama, dan RI untuk Republik Indonesia."</div>
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Mendengar Jawaban itu, mbah uti langsung terdiam. Dan saya tahu, diamnya mbah Uti adalah tanda penerimaan dan persetujuan.</div>
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Maklum, Nahdliyin Sejak dalam Pikiran.</div>
</div>
Masdanhttp://www.blogger.com/profile/05302710136677969917noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1085015220275133547.post-68039233524789074792016-11-18T20:23:00.000-08:002016-11-20T20:24:39.399-08:00AADC dan Helvy Tiana<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Dalam rentang waktu Dua Bulan Terakhir ini, setiap kali bepergian ke suatu Daerah, saya lebih memilih untuk tidur di dalam Pesawat. Badan yang sudah terlalu capek akibat aktifitas rutin harian adalah alasan utama dibalik pilihan saya itu. Namun, pada penerbangan dari Jakarta menuju Batam kemaren pagi, mata saya seolah enggan untuk diajak terpejam. Entah kenapa. Padahal, sekujur badan sudah terlalu payah karna tubuh saya baru bisa rebahan dan tidur sekitar jam 11 an malam. Sedangkan keesokan harinya saya sudah harus berangkat dari rumah menuju Bandara sekitar jam 3 pagi.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Saya kemudian hanya bisa terpaku memandangi Kumpulan awan yang ada di Luar Jendela. Karena sudah terlalu Bosan dengan pemandangan itu, tak lama kemudian perhatian saya langsung saya alihkan ke arah layar video yang ada di depan Kursi. Ketika melihat daftar Film yang disediakan oleh Pihak Maskapai, saya langsung terkesiap. Ternyata, dalam rentang waktu dua bulan itu, ada cukup banyak hiburan dalam pesawat yang sudah saya lewatkan: salah satunya adalah Film AADC 2.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
AADC 2 adalah Sekuel dari Film Fenomenal AADC yang dibintangi oleh satu-satunya Ratu Indonesia, Dian Sastrowardoyo. Iya, anda tidak salah baca. Ratu Indonesia, bukan Putri Indonesia ataupun Miss Indonesia. Putri Indonesia atau Miss Indonesia setiap Tahun bisa berganti, tapi untuk Ratu Indonesia, selamanya akan tetap menjadi milik Dian Sastro.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Bagi penggemar berat AADC dan Dian Sastro seperti saya, tentu AADC 2 adalah salah satu Film yang wajib untuk ditonton. Meskipun demikian, sampai detik ini saya belum pernah sekalipun menjalankan kewajiban itu. Alasan utamanya tentu saja karena saya merasa takut untuk dikecewakan. Apalagi setelah mendengar ulasan film twrsebut dari beberapa Kawan, ketakutan saya menjadi semakin bertambah,-tambah. Seolah-olah, hal itu membenarkan Nubuat yang disampaikan Sapardi Djoko Damono, bahwa “Yang Fana adalah AADC, Dian Sastro Abadi”.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Akibat dibayangi oleh rasa takut itu,, Film AADC 2 yang sudah ada di hadapan saya saat itupun pada akhirnya saya lewatkan juga. Saya lebih memilih untuk menonton Film India yang berjudul Prem Ratan Dhan Payo selama penerbangan. Lumayan, 1,5 jam waktu tempuh dari Jakarta menuju Batam tidak terasa menjemukan lagi karena adanya Sonam Kapoor.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Saya kemudian teringat dengan masa-masa ketika gaung AADC kembali menggema di Jagad media. Saya masih ingat betul, saat itu Helvy Tiana Rosa juga berencana untuk membuat Film serupa namun dalam versi yang Berbeda. Dalam hal ini, Helvy sempat berkata, "...Ingin bikin (Film) seperti AADC (tapi) versi religi". Kalimat tersebut ia ungkapkan kepada reporter Kantor Berita Antara di sela-sela acara Wardah Day, bulan Juni Tahun lalu. Saat itu, Helvy tengah sibuk mempersiapkan sebuah Film religi hasil adaptasi dari Cerpen lawasnya yang berjudul Ketika Mas Gagah Pergi atau biasa disingkat KMGP. Dalam Kesempatan itu pula, Helvy sempat menyatakan bahwa Pembaca KMGP yang dulunya masih SMP atau SMA, sekarang sudah menjadi keluarga kelas menengah muslim. Artinya apa? “itu berarti pasar", Kata Helvy lebih lanjut.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Dari kedua ungkapan Helvy tersebut, bisa ditarik dua kesimpulan mendasar. Pertama, Helvy terlihat Jeli dalam melihat Peluang. Dia sadar ada ceruk pasar yang cukup besar yang bisa ia masuki melalui Pembuatan Film Religi dengan judul KMGP itu. Dia tidak menampik bahwa saat ini Religiusitas sudah menjelma menjadi komoditas yang sangat menggiurkan untuk diperdagangkan. Karna itu, jangan terlampau heran apabila akhir-akhir ini terjadi Booming Jilbab Halal, meningkatnya permintaan terhadap Cluster Perumahan Muslim, melejitnya minat terhadap Asuransi Syariah dan Tabungan Syariah, atau meledaknya Penerbitan Buku-Buku dan Film-Film dengan nuansa Islami. Dan, di atas fenomena yang terakhir inilah harapan Helvy untuk kesuksesan Film KMGP digantungkan.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Kedua, ungkapan helvy tersebut juga memperlihatkan bagaimana model dari pola pikir kita sekarang. Saat ini, orang-orang cenderung untuk berfikir secara Hitam putih. Dalam konteks Helvy, yang ada hanyalah Film Religius dan non Religius. Istilah Religius sendiri, bagi Helvy, sangat terkait dengan simbol-simbol dan slogan-slogan Agama. Seperti Jilbab, Shalat, Assalaamu’alaikum, Haji, Ustadz, dan sebagainya. Maka, berdasarkan perspektif ini, Film Religius bagi Helvy adalah Film-Film dengan Adegan, Dialog, Wardrobe atau Setting Tempat yang mengandung simbol-simbol tersebut. Begitu pula sebaliknya, Film yang di dalamnya tidak mengandung simbol-simbol vulgar Agama, bisa dianggap sebagai Film Non Religius.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Dengan pola pikir seperti ini, Jelas, AADC bagi Helvy masuk dalam kategori Film non Religius. Tak ada simbol-simbol agama yang terlihat di sana. Sebaliknya, KMGP adalah Film Religi yang nenampilkan simbol-simbol agama secara vulgar. Untuk klaim Kedua, tentu saja saya sepakat dengan Helvy. Sedangkan untuk klaim Helvy yang pertama bahwa AADC adalah Film Non Religius, dengan tegas akan saya tolak.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Memang, secara sekilas, dengan mengikuti Pola Pikir Helvy tentang relasi antara religiusitas dengan simbol-simbol agama itu, bisa jadi kita akan mengamini pandangan Helvy bahwa AADC adalah Film Non Religius. Bagaimana tidak, Film Remaja yang dibintangi oleh Dian Sastro, Sissy Prissilia, atau Ladya Cheryl ini dengan gamblangnya mempertontonkan begitu banyak adegan “minor”, seperti Percobaan Bunuh Diri, Tuduhan PKI, Tawuran Remaja, sampai Ciuman basah di Bandara.</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgS14NFJUPvHVQyNtNs8vDU-bFRndBqFBEt5rpCkVwObj7rNsKczegPXpSi01CVih_s7Gp8_3KwkqzRkkwXelkhqWCSM2aTN5YsgZoxO_6Ica9ojKjd88T1SDc11WTdvHspmGdyJBTCA-4/s1600/15135929_10208287316204924_1920524820609220902_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="218" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgS14NFJUPvHVQyNtNs8vDU-bFRndBqFBEt5rpCkVwObj7rNsKczegPXpSi01CVih_s7Gp8_3KwkqzRkkwXelkhqWCSM2aTN5YsgZoxO_6Ica9ojKjd88T1SDc11WTdvHspmGdyJBTCA-4/s320/15135929_10208287316204924_1920524820609220902_n.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Pertanyaannya kemudian, apakah film seperti AADC itu selamanya hanya akan dianggap sebagai produk seni yang jauh dari nilai-nilai Agama? Lalu, Apakah Religiusitas itu hanya melulu berkaitan dengan simbol-simbol agama? Terlebih lagi, apakah konsep oposisi biner a la Helvy Tiana Rosa yang mengelompokkan sebuah Film hanya dalam dua kategori bertentangan -Religius dan Non Religius- itu cukup relevan?</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Ketiga pertanyaan tersebut bisa dijawab hanya dengan Kata: Tidak!. Betul, sesederhana itu. Coba Pikirkan, adakah yang bisa menyangkal dan meragukan betapa Istiqamahnya sosok Cinta dalam menjaga dan merawat harapannya terhadap Rangga? Padahal, seperti yang kita tahu, bahwa Islam sebegitu tingginya memandang Nilai dari sebuah Keistiqamahan. Sampai-sampai ada Pemeo yang berbunyi, al Istiqamatu khairun min alf Karamah. Maksudnya, perilaku Istiqamah itu masih jauh lebih baik dibanding seribu Keajaiban.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
“Tapi itu kan dalam Konteks Ibadah”, barangkali anda akan menyangkal dengan berkata seperti itu. Benar, keutamaan dari Perilaku Istiqamah tersebut memang berlaku dalam tataran Ibadah saja. Akan tetapi, untuk dapat memahami konsep itu hingga sampai pada tahapan praktek, anda bisa belajar dari apa saja dan siapa saja. Termasuk belajar dari dramaturgi Kisah Percintaan Rangga dengan Cinta dalam Film AADC.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Jangankan belajar dari seorang Manusia, Rasulullah saja pernah menggunakan contoh dari dunia hewan untuk Mendidik Umat yang dikasihinya. Saat itu, untuk menggambarkan bagaimana seorang mu’min harus bertindak dan berperilaku, Rasulullah menggunakan perumpaan seekor Lebah. Lebah dianghap sebagai contoh yang paripurna karena hewan satu ini hanya mencecap makanan yang baik, serta mengeluarkan sesuatu yang baik Pula.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Karena itu, seorang Mu’min sangat diharapkan bisa mencontoh perilaku dari hewan yang suka hidup berkoloni itu. Sehingga, apabila masih ada kata-kata “anjing” atau “babi” yang keluar dari Mulut seorang Muslim, atau, apabila masih ada berbagai macam Kerusakan yang diproduksi oleh tangan atau kaki meskipun dengan dalih pembelaan terhadap agama, maka bisa dipastikan bahwa Manusia tersebut masih sangat jauh dari sosok yang digadang-gadang Rasulullah sebagai seorang Mu’min yang Baik.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Selain nilai-nilai Keistiqamahan itu, masih banyak lagi nilai-nilai Religius yang juga bisa dipelajari dari AADC. Misalnya saja, Ketaatan Anak Terhadap Orang Tua seperti yang digambarkan Rangga ketika harus mengikuti Ayahnya ke Amerika dengan mengorbankan Cinta, Ukhuwah atau Persatuan yang digalang oleh Cinta bersama dengan Kawan Sepermainannya hingga masing -masing dari mereka bisa merasakan apa yang dirasa oleh Kawan Karibnya, sampai Perjuangan yang Tidak Kenal Putus Asa yang digambarkan oleh Cinta ketika harus mengejar Rangga ke Bandara, dan sebagainya, dan seterusnya. Akan sangat menghabiskan waktu apabila semua Nilai Religius dari Film AADC harus dituliskan.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Di atas itu semua, ketiga pertanyaan tersebut sebenarnya tidak perlu diutarakan atau dipertanyakan apabila Helvy bisa memahami bahwa Religiusitas tidak hanya identik dengan simbol-simbol agama saja. Religiusitas memiliki cakupan yang lebih luas dari itu. Terlebih lagi, ketidakpahaman ini juga diperparah dengan aggapan bahwa apa yang diyakini oleh Helvy merupakan kebenaran tunggal yang tidak terbantahkan, sedangkan pandangan lain yang berbeda secara tidak langsung dianggap salah. Dari model berpikir seperti ini, lahirlah konsep Labelling dan oposisi Biner ala Helvy: Film Religius vs Non Religius atau AADC vs KMGP.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Kita tahu, Saat ini konsep Labelling dan Oposisi Biner a ala Helvy itu sepertinya sudah sangat menggejala sedemikian rupa. Sehingga, jangan heran apabila suatu saat anda akan dianggap sebagai seorang Murtad atau Munafik hanya karena anda memiliki pandangan yang berbeda dengan pandangan “mereka”. Karena Mereka semua Suci, dan Anda Penuh Dosa! <i>Wallahu a’lam.</i></div>
Masdanhttp://www.blogger.com/profile/05302710136677969917noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1085015220275133547.post-49267447659738117122016-11-14T18:07:00.000-08:002016-11-15T18:09:46.521-08:00Mengasihani Teroris<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; text-align: justify;">
Ada bom lagi, ada ledakan lagi, dan ada Korban Jiwa lagi. Kali ini, kata bapak, korbannya adalah seorang Balita. Namanya Intan, lengkapnya Intan Olivia. Usianya tidak terpaut jauh dari Usia Nuri.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Terhadap tragedi itu, tentu saja Nuri ikut bersedih dan berduka. Tapi, yang membuat Nuri akhirnya merasa lebih sedih adalah, di usia Intan yang masih sangat belia itu, Ia sudah harus menyaksikan sisi paling kelam dari seorang manusia, di mana atas nama Agama, seseorang bisa bertindak sedemikian bodoh dan biadabnya sampai-sampai ia tega melakukan pengrusakan terhadap tempat ibadah agama lain, bahkan sampai menyebabkan korban Jiwa yang jumlahnya kadang tak terkira. Benar-benar sebuah ironi yang membuat nilai manusia dan kemanusiaan jatuh sampai pada titik Nadhir nya.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Terlebih lagi, masih banyak kalangan yang membenarkan atau menolerir tindakan biadab itu dengan berbagai macam alasan. Salah satu alasan yang paling populer dan paling sering digunakan adalah dengan menyebut tindakan keji itu sebagai hasil konspirasi atau operasi intelijen untuk menyudutkan umat Islam.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Mereka dengan entengnya juga sering menganggap pengeboman itu sebagai suatu kejadian yang cukup wajar dengan cara membanding-bandingkan aksi tersebut dengan tragedi serupa namun dengan kadar yang lebih besar seperti yang tengah terjadi di Palestina ataupun Siria. Sebuah Cara pandang dan cara berpikir yang membuat Nuri hanya mampu geleng-geleng kepala dan berucap, "Naudzubillah!"</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Pelaku pengeboman itu sendiri, saat ditangkap oleh warga sekitar, tengah mengenakan Kaos dengan sablonan yang bertuliskan "Jihad, Way of Life". Apabila slogan yang ada di Kaos tersebut dikaitkan dengan tindak Pengeboman yang dilakukan oleh orang yang mengenakannya, maka dengan mudah kita bisa menebak dari latar belakang apa si Pelaku itu Berasal. Betul, dari mana lagi kalau bukan dari kalangan Ekstrimis Islam?</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Tebakan di atas pada kenyataannya memang sesuai dengan keterangan resmi yang disampaikan oleh pihak berwajib. Lihat saja, beberapa saat setelah Pelaku pengeboman berhasil ditangkap, di depan para awak media, pihak kepolisian menyatakan bahwa Pelaku aksi teror dan pembunuhan tersebut dipastikan berasal dari jaringan teroris Kawakan yang pernah terlibat dalam aksi pengeboman di bebarapa tempat.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Yang membuat Nuri tidak habis pikir, bagaimana mungkin seseorang yang mengaku beragama dan bertuhan, yang mengaku memiliki Nabi dan Kitab suci, pada akhirnya bisa bertindak sebiadab itu? Melakukan pengeboman dan pembunuhan yang katanya diperintahkan oleh agama mereka. Apa mungkin karena mereka berhasil dibohongi PAKAI ayat-ayat Kitab Suci oleh mereka yang mengaku dan menyebut dirinya sendiri sebagai Ulama?</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTkUVYWP2HttkvTYqNY8tR0HYP6xT0VW7VRk9p0pt04x_tVhmG3zHaKcXxvAf6r_-xDJQnNGV5D9COH00EfXQQOg9NJjy20mcsKUyurztr125B8LVjg674l32SpSCUtyi01bNhR3xvrZ8/s1600/14993328_10208259470788806_1147843956124416862_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="188" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTkUVYWP2HttkvTYqNY8tR0HYP6xT0VW7VRk9p0pt04x_tVhmG3zHaKcXxvAf6r_-xDJQnNGV5D9COH00EfXQQOg9NJjy20mcsKUyurztr125B8LVjg674l32SpSCUtyi01bNhR3xvrZ8/s320/14993328_10208259470788806_1147843956124416862_n.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Kalau pun memang benar seperti itu, pertanyaannya bisa diperpanjang lagi: Ulama macam apa yang membenarkan, atau bahkan, menyarankan tindakan terorisme yang sangat biadab seperti itu? Bahkan Nabi sendiri, seperti yang digambarkan dalam Sirah Nabawiyyah, melarang adanya pengrusakan terhadap tempat ibadah dan pembunuhan terhadap perempuan dan anak-anak ketika Perang sedang berkecamuk. Apalagi dalam masa-masa Damai, seperti kondisi saat ini.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Sedangkan orang-orang yang berjalan di atas jalur Terorisme itu, seperti yang kita tahu sendiri, secara terang-terangan malah "melompati pagar" dengan melakukan semua tindakan yang sebenarnya dilarang oleh Nabi yang katanya mereka anggap sebagai panutan itu. Bukankah hal ini terlihat kontradiktif? Sungguh, Nuri benar-benar ingin tahu, Nabi mana yang sebenarnya mereka tiru dan ikuti?</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Tapi, apapun yang sebenarnya ada di kepala dan benak mereka, yang jelas, Nuri merasa bahwa orang-orang seperti itu memang patut untuk dikasihani, bukan malah dibenci. Seperti yang pernah dibilang oleh Bapak Nuri, bahwa Kebencian dan Kasih Sayang adalah dua hal yang saling bertentangan dan bertolak belakang. Tidak akan ada kebencian bagi orang yang di hatinya dipenuhi oleh perasaan kasih Sayang. Begitu juga sebaliknya, tidak ada kasih sayang bagi mereka yang di hatinya masih diliputi oleh kebencian, seperti para Pengebom rumah ibadah itu.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Maka, untuk orang-orang fakir kasih seperti itu, ada baiknya kita tunaikan zakat kasih sayang kita terhadap mereka. Caranya? Sadarkan mereka. Jangan biarkan ketololan seperti itu berkembang biak dan menjangkiti orang lain. Lawan Propaganda Keislaman mereka dengan cara sebaik-baiknya dan sehormat-hormatnya. Kalau bisa dengan status Facebook, tulislah. Kalau bisa dengan foto instagram, unggahlah. Atau kalau masih belum berani atau belum bisa melakukan usaha seperti itu, doakan mereka. <i><b>Wallahu a'lam</b></i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
Masdanhttp://www.blogger.com/profile/05302710136677969917noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1085015220275133547.post-63186608733966531932016-11-12T18:05:00.000-08:002016-11-15T18:06:33.650-08:00Bapak dan Hari Bapak Nasional<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; text-align: justify;">
Dalam Konsep Kerata Basa Jawa, istilah Bapak diartikan sebagai "Bap apa-apa Pepak". Maksudnya, Bapak dianggap memiliki pemahaman yang lengkap terhadap berbagai macam hal dan urusan.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Pemaham lengkap itulah yang ia manifestasikan atau ia tuangkan dalam setiap tindak dan laku kehidupan. Dari sana, setiap anak kemudian bisa belajar bagaimana mereka harus bersikap, bagaimana mereka harus bertingkah laku, dan bagaimana mereka harus menjalani kehidupannya kelak. Caranya tentu saja <span class="text_exposed_show" style="display: inline; font-family: inherit;">dengan mencontoh dan meniru laku hidup Bapaknya itu. Bukankah seorang anak memang peniru yang handal?</span></div>
<div class="text_exposed_show" style="background-color: white; color: #1d2129; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;">
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 6px; text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjfDXYKnKgpIwaHKu57amsodJ_vBaP3kajETg-lZWFh56Vv6I3mFe-HymyO5Zbg9b4VeAqT4a6PwgX-rR3_GP9PdhHOtOzw7Nv5IuYDd9fGwb-LT31lh_tFCb5xpufmTtTY9lnT_U-BZzw/s1600/15027961_10208242995616937_1797214330277627560_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjfDXYKnKgpIwaHKu57amsodJ_vBaP3kajETg-lZWFh56Vv6I3mFe-HymyO5Zbg9b4VeAqT4a6PwgX-rR3_GP9PdhHOtOzw7Nv5IuYDd9fGwb-LT31lh_tFCb5xpufmTtTY9lnT_U-BZzw/s320/15027961_10208242995616937_1797214330277627560_n.jpg" width="234" /></a>"Bap apa-apa Pepak" ini penting. Bahkan, dalam hal tertentu, bisa dikatakan sangat Penting. Dalam hal Agama, misalnya, tanpa adanya pemahaman yang lengkap terhadap ajaran agama yang dianut, seseorang akan cenderung untuk melakukan tindakan atau laku yang terkutuk, seperti menyebut saudaranya sendiri sebagai seorang Munafik atau Kafir hanya karena pendapat saudaranya itu berbeda dengan pendapat yang ia yakini.</div>
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Dalam hal ini, sepertinya kita akan bersepakat bahwa tidak mungkin tindakan yang berlandaskan pemahaman yang tidak lengkap seperti itu bisa dijadikan contoh dan teladan yang baik bagi seorang anak. Kita juga akan bersepaham, bahwa laku terkutuk seperti itu pada akhirnya hanya akan membuat anak-anak menjadi manusia-manusia yang saling curiga, saling memusuhi, dan saling bercerai-berai.</div>
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Karena itu, seperti yang pernah dibilang sendiri oleh Bapak Nuri, bahwa "Bapak" bukanlah sebuah status yang sudah jadi. Lebih dari itu, Bapak adalah sebuah Proses: Proses Menjadi. Sebuah proses yang akan berlangsung terus menerus sepanjang hayat. Proses tersebut tidak akan pernah berhenti sampai seorang laki-laki yang sudah memiliki anak benar-benar menjadi Bapak alias "Bap apa-apa Pepak", sehingga ia bisa dijadikan teladan sempurna bagi putra-putrinya.</div>
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Dalam pengertian ini, maka, hari bapak Nasional yang biasa diperingati setiap tanggal 12 November, sepertinya bisa dijadikan sebuah pengingat yang baik bagi setiap orang tua yang berjenis kelamin pria, bahwa mereka harus terus belajar dan terus berproses agar menjadi bapak yang "Bap apa-apa Pepak".</div>
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Untuk itu, Nuri ingin mengucapkan Selamat hari Bapak Nasional untuk Bapak Nuri Terkasih. Selamat berproses menjadi seorang Bapak. Semangat terus buat Belajar ya Pak!</div>
</div>
Masdanhttp://www.blogger.com/profile/05302710136677969917noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1085015220275133547.post-40152992650242309162016-11-03T19:38:00.000-07:002016-11-06T22:54:06.167-08:00Ihwal Berat Badan Perempuan<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Kemaren Sore Nuri diajak Ibuk ke tempat praktek dari seorang Bidan. Kalau boleh jujur, Sebetulnya penggunaan kata diajak itu kurang tepat, yang lebih tepat adalah dipaksa. "Diajak" memungkinkan adanya Penolakan, sedangkan "Dipaksa" meniadakan kemungkinan penolakan itu. Tentu saja dalam hal ajakan ke Tempat Bidan ini Nuri tidak bisa mengajukan penolakan sama sekali. Pokoknya apa kata ibuk, harus Nuri Ikuti. Bukankah ini masuk dalam Kategori Pemaksaan?</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Awalnya Nuri tidak tahu apa yang mau Ibuk lakukan di sana, sampai akhirnya ada beberapa Orang yang kemudian mempertanyakan tujuan kami. Kepada orang-orang itu, ibuk selalu menjawab dengan ringkas dan lugas, "Mau Kontrol dan Imunisasi."</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
"Waduh, Imunisasi? bakal disuntik dong?", pikir Nuri waktu itu.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Dulu, Nuri sempat merasa Takut dengan yang namanya Jarum suntik. Kata orang, disuntik itu rasanya sakit. Tapi Ibuk selalu bilang, seorang jagoan seperti Nuri, pasti tahan dengan rasa sakit akibat suntikan. Toh, rasa sakitnya juga tidak berlangsung lama.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Ungkapan Ibuk itulah yang pada akhirnya mampu menenangkan perasaan Nuri, setelah sebelumnya Nuri sempat dibuat Shock ketika mendengar rencana Ibuk untuk mengimunisasi Putri Semata Wayangnya ini. Ungkapan itu pula yang membuat perjalanan Nuri menuju ke tempat praktek Ibu Bidan tidak terasa sebagai beban lagi.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Asal kalian tahu, tempat praktek Bidan yang menjadi tujuan kami berada tidak terlalu jauh dan hanya berjarak beberapa blok saja dari rumah. Sehingga, hanya butuh waktu beberapa menit saja untuk sampai ke sana. Sesampainya di tempat itu, Badan Nuri langsung ditimbang, untuk melihat sejauh mana perkembangan dan pertumbuhan Nuri selama satu bulan.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Yang unik, Baru sebentar saja Badan Nuri ditaruh di atas Timbangan, dengan antusiasnya Ibuk langsung bertanya, "Berat Badannya Berapa, Bu?"</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
"Mmm, 5,2 Kg, Mbak", jawab Bidan itu pendek.</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjiy3QlLlsm2I3FHguP-diXnde0r6mkizFstVHALeI75qJ8iAxS294CasiXZEm31akiuUUpQzZfckIX463tw_hO0lCFtDoWd4s8-jrMNzsSpDEbH-XoXOhSuajR-FR32VIpZnaIosR8ShM/s1600/14908240_10208163886239252_2340827165946313199_n.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjiy3QlLlsm2I3FHguP-diXnde0r6mkizFstVHALeI75qJ8iAxS294CasiXZEm31akiuUUpQzZfckIX463tw_hO0lCFtDoWd4s8-jrMNzsSpDEbH-XoXOhSuajR-FR32VIpZnaIosR8ShM/s320/14908240_10208163886239252_2340827165946313199_n.jpg" width="212" /></a></div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Nuri ingat, beberapa orang pernah Bilang bahwa Berat Badan adalah salah satu dari sekian topik pertanyaan yang haram untuk diajukan kepada para perempuan. Tingkat Sensitifitas nya terlalu tinggi, seperti hal nya sensitifitas Kaum Beragama yang baru menginjak masa Pubertas, terutama ketika mereka dihadapkan dengan Orang atau Pendapat yang berbeda.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Bapak juga sering bercerita tentang bagaimana kawan-kawan bapak sampai ada yang mengeluarkan berbagai macam umpatan atau sumpah serapah ketika disodori dengan pertanyaan ihwal berat Badan itu. Buat Nuri, Respon dalam bentuk kata-kata kasar itu Terlalu lebay dan berlebihan.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Tapi, Jujur saja, di umur yang sudah menginjak kepala satu (bulan) ini, Nuri masih belum sanggup mencerna kenapa pertanyaan remeh temeh semacam itu bisa menyulut emosi kaum hawa, bahkan sampai membuat mereka memberikan respon berlebihan seperti itu.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Apa Mungkin ketidakpahaman Nuri tersebut disebabkan oleh rendahnya sensitifitas Nuri karena Nuri sudah terlampau sering berhadapan atau dihadapkan dengan pertanyaan serupa? Atau, apakah karena dari awal Nuri memang sudah tidak terlalu mempersoalkan tendensi dari setiap pertanyaan seputar Berat Badan itu?</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Yang jelas, sejak pertama kali melihat dunia, Nuri sudah dihujani dengan pertanyaan Haram yang dibenci oleh sebagian perempuan itu. Tentu pertanyaan itu disampaikan lewat wasilah bapak atau Ibuk, berhubung Nuri masih belum bisa naik ke Alat Timbangan sendiri, dan belum sanggup mengukur berat badan sendiri.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Kalimat semacam, "Berapa Beratnya, Rin?", atau, "Bobot Nuri Berapa, Masdan", adalah jenis pertanyaan yang paling sering diajukan selain pertanyaan tentang Jenis Kelamin. Bedanya, pertanyaan perihal jenis Kelamin hanya ditanyakan berkali-kali pada saat hari kelahiran, atau dalam rentang waktu seminggu setelah kelahiran. Sedangkan pertanyaan berapa Berat Badan Nuri akan selalu ditanyakan secara berulang-ulang sampai entah kapan.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Seingat Nuri, orang yang paling sering menanyakan Berapa Berat Badan Nuri adalah Bapak Nuri sendiri. Kata Bapak, sewaktu Nuri lahir, hasil timbangan berat Badan Nuri sebesar 3,4 Kilogram. Tapi, seiring berjalannya waktu, berat Badan tersebut kemudian bertambah dengan sangat drastis.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Pertambahan Inipun sebenarnya hanya perkiraan bapak dan Ibuk saja. Karena sejak lahir, badan Nuri memang belum pernah ditimbang lagi. Ukuran yang mereka pakai untuk memperkirakan Pertambahan Berat Badan ini adalah dari seberapa cepat Bapak dan Ibuk merasa Capek ketika menggendong Nuri. </div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Menurut pengakuan bapak, Semakin kesini, bapak dan Ibuk jadi lebih cepat merasa capek ketika menggendong Nuri. Jauh berbeda dengan Kondisi dulu, ketika pertama kali Nuri Lahir dan Melihat Dunia.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Entah kebetulan atau tidak, perkiraan bapak dan ibuk ihwal pertambahan berat Badan Nuri tersebut ternyata memang sesuai dengan hasil timbangan badan Nuri Kemaren Sore. Dari yang awalnya 3,4 Kg ketika lahir, saat ini sudah meningkat menjadi 5,2 Kg. Dari hasil timbangan ini, terlihat ada penambahan berat badan sebesar 1,8 kg.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Penambahan berat badan sampai 1,8 kg ini bisa dibilang memiliki pengaruh yang cukup besar, terutama bagi para perempuan seperti Bulik Mpit. Buat mereka, apabila terjadi kenaikan berat badan dengan jumlah sebesar itu, respon pertama Bulik Mpit <a class="profileLink" data-hovercard="/ajax/hovercard/user.php?id=1605858275" href="https://www.facebook.com/mpito.harahap" style="color: #365899; cursor: pointer; font-family: inherit; text-decoration: none;">Fitri Anggraeni Harahap</a> sudah pasti bisa ditebak, yaitu dengan mengikrarkan sebuah Rencana untuk melakukan Diet Ketat.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Lalu, apakah Nuri juga harus menirunya?</span></div>
Masdanhttp://www.blogger.com/profile/05302710136677969917noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1085015220275133547.post-54527487635851015892016-10-29T23:20:00.000-07:002016-10-30T23:28:12.213-07:00Satu Bulan Nuri<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; text-align: justify;">
Bapak Curang!</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Sejak Nuri Lahir sampai dengan sekarang, sudah Berkali-kali bapak bilang mau mengajak Nuri Naik Gunung. Tapi, kenyataannya apa? Bapak malah pergi keluar kota dan naik Gunung sendirian lagi. Mungkin, bapak bakal berkilah bahwa aku masih terlalu kecil, sehingga bapak belum berani mengajak Nuri turut serta. Begitu?</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Oke, fine!</div>
<div class="text_exposed_show" style="background-color: white; color: #1d2129; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;">
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 6px; text-align: justify;">
Alasan bapak memang masuk akal. Nuri Akui, Nuri memang masih terlalu kecil. Jangankan untuk naik Gunung, untuk keluar rumah saja Nuri masih belum diperbolehkan. Tapi, dengan kondisi seperti itu, bukan berarti bapak bisa Pergi naik Gunung di saat Nuri merayakan Hari Ulang Bulan, kan?</div>
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Atau, jangan-jangan bapak lupa kalau hari ini adalah Hari Ulang Bulan nya Nuri? Iya, kan? Bapak lupa, kan? Jangan Bohong! Jujur saja kalau Bapak Lupa! Huh.</div>
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Oh ya, Nuri ingat. Kemaren bapak bilang mau pergi ke semarang buat menghadiri acara pernikahan Bulik Siwud, Temen kantor Bapak. Tapi, Bapak kok malah naik ke Gunung Ungaran?</div>
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Nggak usah cari-cari alasan deh. Jangan bilang kalau Tempat Acara Resepsinya berdekatan dengan Gunung Ungaran segala. Basi! Madingnya sudah mau Terbit! Kalaupun misalnya memang lokasinya berdekatan, kenapa pula bapak harus memaksakan diri buat naik Gunung? Apa waktunya nggak bentrok dengan acaranya Bulik Siwud?</div>
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Naik Gunung kan perlu Waktu yang lama. Bapak sendiri kan yang bilang seperti itu. Lagipula, selain waktu, naik Gunung juga butuh perlengkapan yang banyak juga. Tenda lah, Jas Hujan lah, Tas Kerir lah, kompor lah, nesting lah, memangnya bapak bawa semua perlengkapan itu? Terlebih lagi, kondisi cuaca sekarang juga tidak menentu.</div>
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Nuri ini khawatir sama Bapak. Tadi saja, selama seharian penuh, Nuri reweeeeel terus. Padahal, seperti yang bapak tahu, sebelum-sebelumnya kan Nuri nggak pernah Rewel. Tadi saja, Nuri juga sering kebangun lho sewaktu Bobok. Mungkin karena Nuri merasa nggak tenang. Jantung nuri Serasa berdebar-debar terus. Makanya, tadi Nuri minta digendong sama Ibuk, supaya perasaan Nuri agak sedikit tenang.</div>
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Dan, syukur Alhamdulillah, setelah Bapak mengirim Foto di Puncak Gunung Ungaran itu, perasaan Nuri jadi semakin bertambah tenang. Karena Nuri jadi tahu bahwa Bapak sudah turun sampai Bawah dengan selamat. Tapi, Bapak jangan senang dulu, Pokoknya Nuri tetep Marah sama Bapak. Nuri tetap Kecewa. Pokonya Nuri harus diajak Naik Gunung!</div>
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Titik.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzNWYd5SDkjoM4j4kpJiFSkziJIzekyL6abbVUQHeIu4wQgtXdX1kLxWdjeCTLmHLa-aLbc3vMpeU0t8H9fjgZtxeat5GuKDqWL_KJpvsi0d7Z40GXJrfXPss7YWd1DET4yRJdnj5nabY/s1600/14639753_10208116429612866_5638983087080084116_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="477" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzNWYd5SDkjoM4j4kpJiFSkziJIzekyL6abbVUQHeIu4wQgtXdX1kLxWdjeCTLmHLa-aLbc3vMpeU0t8H9fjgZtxeat5GuKDqWL_KJpvsi0d7Z40GXJrfXPss7YWd1DET4yRJdnj5nabY/s640/14639753_10208116429612866_5638983087080084116_n.jpg" width="640" /></a></div>
<br /></div>
</div>
Masdanhttp://www.blogger.com/profile/05302710136677969917noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1085015220275133547.post-7558182025020847462016-10-28T22:53:00.001-07:002016-10-30T23:19:54.744-07:00Tentang Sajak Malam Lebaran<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; text-align: justify;">
Ribut-Ribut soal Tafsir al-Maidah ayat 51 membuat saya langsung teringat dengan sajak dari Sitor Situmorang yang berjudul “Malam Lebaran”. Dalam sajaknya itu, Sitor menulis, pendek saja:<br />
<span style="background-color: transparent; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><b><br /></b></span>
<span style="background-color: transparent; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><b>MALAM LEBARAN </b></span><br />
<span style="background-color: transparent; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;">Bulan di atas kuburan.<b> </b></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: "helvetica" , "arial" , sans-serif; font-size: 14px;">Meskipun pendek, sajak Sitor tersebut menjadi begitu populer di kalangan para kritikus dan peminat sastra. Sajaknya dibicarakan dan didiskusikan di mana-mana. Besarnya minat terhadap Sajak Malam Lebaran ini, menurut Pamusuk Eneste, paling tidak disebabkan oleh dua hal; Pertama, Karena Sajak itu Begitu Pendek, dan yang Kedua, karena orang-orang begitu sulit untuk menafsirkannya.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Sejak pertama kali diterbitkan sampai dengan sekarang, tidak terhitung sudah berapa kepala yang mencoba menafsirkan sajak yang terdapat dalam Buku Antologi Puisi berjudul “Dalam Sajak” itu. J.U. Nasution, misalnya, pernah menyatakan bahwa Sitor Situmorang ingin menceritakan suasana pada malam lebaran lewat sajak yang ditulisnya itu. Namun, menurut kritikus Sastra aliran Rawamangun ini, sajak Malam Lebaran meninggalkan kontradiksi-kontradiksi faktual dan ilmiah yang cukup fatal, sehingga ia mengajukan ketidaksepakatannya kepada Sitor.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Nasution meyakini bahwa pada malam lebaran, bulan hanya bisa dilihat secara sekilas. Kemunculanya hanya sebentar saja. Sehingga, ia pun berkesimpulan bahwa tidak mungkin pada malam lebaran ada bulan di atas kuburan. Secara lebih lengkap, Nasution menulis, “Bulan pada waktu itu tentu payah dilihat, karena baru satu hari muncul dan tak mungkin terlihat di sebelah atas. Menurut pengetahuan saya, pada satu hari bulan waktu itu, bulan tingginya hanya beberapa derajat. Kalaupun terlihat hanya sebentar saja. Jadi kemungkinan bulan di atas kuburan pada malam lebaran tak ada.”</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Berdasarkan argumentasinya itu, J.U. Nasution kemudian sampai pada satu kesimpulan bahwa apa yang dimaksud malam lebaran oleh Sitor mungkin saja adalah Malam Tahun Baru Masehi. Karena pada Malam Tahun Baru itu, keberadaan dan penampakan Bulan di atas Kuburan, Seperti apa yang digambarkan dalam Sajak Sitor, tentunya lebih masuk akal.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiSo40ib4TvzDcArFw8xFO2Ssqa9tX2PGUxMyCwLmAttlPT1F5zqYPEssaRkp-tJQ0deYsnPY3vl7qEqSVJI7C1qC9_aq7hsEIdGyISbQREYubknJ6SrVy46qfe32hi0Gam3RRDNld6BIY/s1600/crescent_moon_over_the_east_end_cemetery.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: justify;"><img border="0" height="199" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiSo40ib4TvzDcArFw8xFO2Ssqa9tX2PGUxMyCwLmAttlPT1F5zqYPEssaRkp-tJQ0deYsnPY3vl7qEqSVJI7C1qC9_aq7hsEIdGyISbQREYubknJ6SrVy46qfe32hi0Gam3RRDNld6BIY/s200/crescent_moon_over_the_east_end_cemetery.jpg" width="200" /></a>Berbeda dengan pandangan J.U. Nasution yang melihat Sajak Malam Lebaran dari sisi Koherensinya dengan Hukum Alam, Soebagio Sastrowardoyo melihat bahwa Sajak Malam Lebaran Sitor lebih mengarah pada Simbolitas atau Perlambang. Menurutnya, Sitor ingin menggambarkan sebuah kondisi tertentu dengan menggunakan simbol atau perlambang berupa Bulan di atas Kuburan yang terlihat saat Malam Lebaran. Kata Soebagio, “Malam Lebaran Sitor adalah Puncak bicara perlambang di dalam sajak. Tetapi dengan demikian juga merupakan tingkat akhir bicara perlambang yang masih mungkin dimengerti orang.” Pandangan Soebagio ini sebenarnya cukup menarik, tapi pandangannya itu sayangnya tidak disertai elaborasi atau penjelasan lebih lanjut mengenai perlambang apa yang menurutnya ingin digambarkan oleh Sitor melalui sajaknya itu.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Pendekatan yang digunakan oleh Soebagio tersebut kemudian dipakai pula oleh Umar Junus. Junus lebih memilih untuk menggunakan pendekatan simbolik, karena menurutnya, Jika sebuah Sajak belum dapat ditafsirkan secara Struktural karena sebab-sebab tertentu, maka diperlukan penafsiran secara simbolik. Sajak Sitor berjudul Malam Lebaran, karena saking pendeknya, tentu saja sangat sulit atau bahkan tidak mungkin ditafsirkan secara struktural. Di titik inilah pendekatan Simbolik kemudian menemukan peranannya.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Melalui pendekatan Simbolik itu, Umar Junus kemudian mencoba untuk menafsirkan Sajak pendek berjudul Malam Lebaran yang ditulis oleh Sitor Situmorang. Daei hasil penafsirannya itu, Menurut Junus, Sajak Sitor tersebut paling tidak memiliki dua makna, yaitu, “(a) pertentangan antara pengertian ‘bulan’ dan ‘kuburan’. ‘bulan’ selalu dihubungkan dengan sesuatu yang romantis, sesuatu yang berhubungan dengan mimpi, pembentukan masa (depan) yang indah. Sebaliknya, ‘kuburan’ berhubungan dengan kesedihan, dengan tidak adanya masa depan. Dengan begitu, keseluruhan baris itu berarti ‘kegembiraan di atas kesedihan’. Keseluruhan sajak akhirnya berarti ‘Malam Lebaran merupakan kegembiraan diantara begitu banyak kesedihan’. (b) Pada waktu malam lebaran, bulan tidak mungkin berada di atas kuburan, karena bulan ketika itu hanya timbul sebentar saja sesudah matahari terbenam dan biasanya kelihatan pada pinggir laut. Dengan begitu, ‘bulan di atas kuburan’ adalah suatu ilusi atau impian belaka. Dan dengan begitu, keseluruhan sajak itu berarti ‘Kegembiraan itu hanyalah suatu impian’.”</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Apabila dilihat dari hasil tafsiran di atas, meskipun obyek tafsirannya sama, namun ada perbedaan yang cukup mencolok antara hasil penafsiran Nasution, Sastrowardoyo dan Umar Junus. Masing-masing, dengan cara dan metode yang berbeda, serta berbekal pengetahuan dan pengalaman yang berbeda pula, ternyata menghasilkan penafsiran yang beraneka ragam. Akan tetapi, apabila meminjam istilah Khaled Abou el Fadl dalam Musyawarah Buku, Nasution, Sastrowardoyo dan Junus dengan semua tafsirannya itu baru sampai pada Kebenaran Parsial nya masing-masing (Bukan Kebenaran Relatif). Sedangkan kebenaran Mutlak terkait makna dari Sajak Malam Lebaran tentu saja ada pada Penulisnya, Sitor Situmorang. Hal ini senada dengan apa yang diyakini oleh Hegel. Bagi Hegel, karya seni, termasuk sajak, adalah ekspresi diri dari si subyek atau si Penyair. Keduanya tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya. Seperti yang diungkapkan Usmar Ismail, “Pencipta manakah yang tidak terikat dalam ciptaannya?”</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Pandangan Khaled Abou el Fadl, Hegel maupun Usmar Ismail tersebut sebenarnya sangat bertolak belakang dengan pendapat Teeuw. Bagi Teeuw, Keterangan Seorang Penyair atau pengarang tidak perlu diperhatikan dalam usaha untuk menjelaskan atau menginterpretasikan karyanya. Apa yang dimaksud Teeuw ini selaras dengan pandangan Barthes ihwal diktum Kematian sang Penulis. Akan tetapi, dalam tulisan ini, kita kesampingkan dulu pandangan Posmo ala Barthes dengan berpegang pada pandangan Abou el Fadl, Hegel dan Usmar Ismail.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Apabila berpijak pada pandangan ketiganya, tentu saja kita perlu mendapatkan penjelasan langsung dari Si Empunya Malam Lebaran untuk mengetahui makna sebenarnya dari Sajak tersebut. Dalam hal ini, kita beruntung, karena Sitor pernah menyinggung mengenai Latar Belakang Penulisan Malam Lebaran pada saat Kongres Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional di Denpasar, sekira Tahun 1957. Akan tetapi, seperti yang diakuinya sendiri, penjelasan yang ia sampaikan pada acara tersebut tidak terlalu lengkap. Penjelasan yang lebih lengkap kemudian ia tuliskan dalam Buku Proses Kreatif: Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang Jilid II.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Dalam buku yang disunting oleh Pamusuk Eneste itu, sitor menulis,, “Tahun 1954, Jakarta. Beberapa hari sesudah Hari Raya Idulfitri Umat Islam. Suatu sore saya berniat pergi bertamu ke rumah Pramoedya Ananta Toer, untuk kunjungan halal bi halal. Apa Lacur, rumah (gubuk)-nya di daerah Kober sepi orang dan hari sudah malam ketika saya sampai. Kecewa amat rasanya!</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Pulang dari daerah perkampungan tempat tinggalnya, yang berselokan-selokan mampet yang bau busuk, saya kesasar ke suatu tempat yang penuh pohon-pohon tua dan rimbun, serta dikelilingi tembok. Ada bulan. Karena kepingin tahu ada apa di balik tembok yang seperti tembok loji di Jawa itu, saya mendekatinya. Berdiri berjingkat, di atas seonggok batu di kaki tembok, saya berhasil melongok mencari tahu ada apa di balik tembok itu: ternyata pekuburan berisi berbagai ragam bentuk kuburan berwarna putih, tertimpa sinar bulan di sela-sela bayangan dedaunan pepohonan! Pekuburan tua orang eropa penuh tanda salib!</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Saya Terpesona, sejenak saja, mungkin hanya beberapa detik, mengamati tamasya itu! Bahkan terpukau seperti tersihir. Saya lalu berpaling, turun dari onggokan batu. Rasa kecewa kini diharu biru oleh kesan,</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
“Bulan di atas Kuburan (Rekaman ingatan dalam kata-kata)”.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Kesan yang terumus dalam kata-kata secara spontan itu, terucap dalam hati berulang-ulang, terus menerus memburu ingatan, kemudian melemah, tapi tidak lenyap sama sekali, di saat saya mendekati jalan raya, yang penuh keriuhan lalu lintas.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Saya merasa terasing dari bunyi kesibukan, walaupun jelas tetap mampu bergerak melakukan apa yang harus dilakukan: mencegat oplet tumpangan pulang.</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Pulang? Tujuan Rutin, ke rumah sendiri, terasa hilang arti. Bulan itu, Kuburan itu. Kematian, sedang di atas dan di sekelilingnya: dunia, ya, jagad yang berjalan dan beredar terus, di hari baik, di bulan baik orang percaya.”</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
Dari penjelasan sitor tersebut, terlihat jelas adanya perbedaan yang cukup mendasar antara hasil penafsiran Nasution, Sastrowardoyo, maupun umar Junus, dengan Pemaknaan Sitor Situmorang selaku penulis dan pemilik sah dari sajak Malam Lebaran. Dalam hal apresiasi Sastra, perbedaan ini menjadi fenomena yang sangat lumrah. Jauh berbeda dengan Apresiasi Kitab Suci, terutama dalam masa-masa Pilkada seperti sekarang ini. Bukan Begitu?</div>
<div style="background-color: white; color: #1d2129; display: inline; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
***</div>
<div style="text-align: justify;">
Di Kereta, dari senen menuju Semarang</div>
<div style="text-align: justify;">
28/10/2016</div>
Masdanhttp://www.blogger.com/profile/05302710136677969917noreply@blogger.com0